Gelapkan Duit Rp1,099 M, Nama Rektor IKIP-PGRI pun Dicatut

Rektor IKIP PGRI Pontianak, Samion, berserta sejumlah pihak kampus memberikan keterangan pers terkait kasus penggelapan pajak oleh stafnya di Kampus IKIP PGRI Pontianak, Jumat (15/4) sore.

eQuator.co.id – Pontianak-RK. Kepercayaan itu mahal harganya. Dilanggar sekali memulihkannya setengah mati. Dilanggar lagi bisa-bisa bui menanti.

Itulah kisah hidup yang sedang dijalani Budhi Ananda (BA). Selain diduga menggelapkan uang Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) PGRI Pontianak yang digunakan untuk membayar pajak, BA dan rekannya pernah mencatut nama Rektor IKIP-PGRI Pontianak, Prof. Dr. H. Samion H AR MPd di salah satu bank.

Kekesalan ini disampaikan Samion kepada awak media dalam jumpa pers di Kampus IKIP PGRI Pontianak, Jalan Ampera, Jumat (15/4) sore. “Mereka memalsukan semua dokumen menggunakan tanda tangan saya untuk mengajukan pinjaman di bank. Tanda tangan saya kan mudah untuk ditiru,” kesal Sang Rektor.

Menurut dia, mungkin dalam satu sampai dua pekan kedepan kasus pencatutan nama ini akan terungkap di kepolisian. Samion belum merinci berapa uang yang dipinjam BA dengan modus pencatutan nama itu. Dijelaskannya, dalam dokumen yang dipalsukan tersebut, BA melakukan pencatutan mengatasnamakan Rektor IKIP.

Kasus ini agaknya menjadi rahasia internal pihak kampus sehingga tak terekspose di publik. Pun, kala itu, pihak kampus masih berbaik hati dan percaya dengan BA. Ia hanya dipecat dari jabatan Kepala Bagian Biro Umum dan Keuangan (BUK) tapi tak dikeluarkan dari kampus.

“Padahal, dia dari nol sampai kita angkat menjadi pejabat Kepala Bagian. Karena kasus itu, kita mutasikan lagi dia menjadi staf Humas,” beber Samion.

BA semacam kacang lupa dengan kulit. Meski melakukan kesalahan dan diampuni, ia kembali berulah.

Sejak dimutasikan, kata Samion, pihak kampus saat itu masih belum mengetahui penggelapan duit sebesar Rp1,099 miliar untuk setoran pajak PPh dan PPn pembangunan gedung yang dilakukan BA. Seharusnya, setoran pajak tersebut sudah dibayarkan pada tahun 2013 yang lalu.

“Atas dasar itu kita mutasikan dia, karena kita belum tahu yang masalah pajak. Begitu kasus penggelapan pajak ini terungkap dan mencuat, kita nonaktifkan dia sebagai staf,” paparnya.

Sejak dinonaktifkan sebagai staf dan kasus ini dilaporkan kepada kepolisian, BA tidak pernah lagi masuk ke kampus. Kini, BA yang sudah ditahan Polresta Pontianak terancam dipecat jika putusan pengadilan di atas satu tahun penjara.

Hanya saja, meski rekam jejak BA buruk, pihak kampus mengaku tidak pernah melakukan pengecekan ulang ke kantor pajak maupun kepada pihak bank. “Karena percaya dengan laporan beserta bukti setoran yang disampaikan BA. Hasil audit internal juga tidak menemukan kejanggalan, karena waktu itu nominalnya sesuai dan tidak ada kecurigaan,” tutur Samion.

Soal penggelapan duit pajak yang juga melibatkan konsultan pajak abal-abal bernama Busran (BS) itu, Samion mengaku kecele. “BA merekomendasikan BS untuk membantu meringankan pekerjaan kami dalam menghitung pajak yang harus dibayarkan. Karena, saat itu BS mengaku memiliki pengalaman di bidang akuntan sehingga kami percaya dengan ilmu hitung yang dimilikinya,” beber dia.

Ia melanjutkan, dalam laporan yang diterima pihak kampus, BA menyampaikan jika uang tersebut sudah dibayarkan untuk membayar pajak atas sejumlah bangunan kampus yang rampung dikerjakan. Pada periode tahun 2013 hingga 2014, BA pun menyampaikan laporan pembayaran disertai bukti-bukti berupa slip setoran dari Bank BNI.

“Kami tidak mencurigai sama sekali. Dari hasil audit internal pun, juga tidak ditemukan adanya kejanggalan. Slip setoran asli dan palsu sulit dibedakan. Namun, setelah ada pihak pajak yang datang, terungkap, ternyata itu palsu,” sesal Samion.

Pada Desember 2015, betapa terkejutnya pria yang membesarkan STKIP-PGRI Pontianak ini karena setahunya tunggakan pajak kampus itu sudah diselesaikan melalui BA maupun BS. Samion bahkan sempat beberapa kali menghindar karena merasa sudah membayar pajak.

“Petugas pajak itu datang dan ingin bertemu saya terus. Mereka minta waktu untuk menjelaskan terkait tagihan pajak yang tenggat waktu pembayaran sudah mendekati pinalti. Begitu mendapatkan penjelasan dari pihak pajak, baru saya terhenyak dan semua terungkap,” tukasnya.

Berdasarkan penghitungan petugas pajak, tambah Samion, sebenarnya yang harus dibayarkan pihak kampus hanya lebih kurang Rp900 juta. Berbeda dengan perhitungan BA dan BS.

Karena terhitung menunggak pajak dan tak mau didenda dua kali lipat dari angka utamanya, pajak tersebut pun kemudian dipenuhi pihak kampus sebagai kewajiban dan pertanggungjawaban. Artinya, pihak kampus mengeluarkan duit dua kali.

“Ya kami kemudian mengeluarkan uang lagi untuk membayar pajak. Kemudian kami laporkan ulah BA dan BS kepada polisi. Kami merasa dirugikan dan menempuh jalur hukum untuk menyelesaikannya,” ucap Samion.

Ia kembali menegaskan, pihak kampus tak memberi ampun terhadap para pelaku ini. Samion juga mewanti-wanti untuk staf atau pegawai lainnya jangan ada yang melakukan perbuatan melawan hukum.

Kasus yang sudah masuk proses penyidikan Polresta Pontianak itu tidak menutup kemungkinan adanya keterlibatan pihak lain. Terutama yang membantu mengeluarkan bukti slip setoran dan print out transaksi.

“Kita masih melakukan pendalaman, kemungkinan ada tersangka lain di balik kasus ini. Sedangkan untuk BS dan BA akan dijerat Pasal 374 KUHP, dengan ancaman lima tahun penjara,” terang Kompol Andi Yul Lapawesean, Kasat Reskrim Polresta Pontianak.

Laporan: Ocsya Ade CP

Editor: Mohamad iQbaL