Terombang-ambing Melayani Pembeli

Pedagang Terapung di Taman Alun Kapuas. Pemerintah Kota Pontianak telah membersihkan pedagang kaki lima di di dalam komplek Taman Alun Kapuas. Kendati dilarang pedagang tak kehabisan akal. Menggunakan speedboat, pedagang berjualan di Sungai Kapuas.

MELAYANI PEMBELI. Rusdi melayani pembeli dari speedboat miliknya, Minggu (3/4) siang. Pedagang terapung di pinggir Sungai Kapuas seperti ini mulai ramai karena Pemkot melarang berjualan di komplek Taman Alun Kapuas. Gusnadi-RK

eQuator.co.id – Taman Alun Kapuas yang dulunya kumuh, tak beraturan kini berhasil disulap Pemerintah Kota (Pemkot) Pontianak menjadi lebih rapi dan bersih. Bila sebelumnya, lokasi tersebut marak pedagang kaki lima (PKL), permainan anak-anak, bahkan menjadi lokasi judi. Kini Taman Alun Kapuas penuhi taman, sehingga lebih sejuk dan asri. Tentu saja, membuat pengunjung menjadi lebih.

Kendati, PKL tidak diperbolehkan berjualan, bukan berarti pengunjung sulit memperoleh makanan dan minuman. Pasalnya, saat ini di pinggir sungai Kapuas di komplek tersebut ada beberapa pedagang terapung.

“Dari awal buka saya memang sudah berjualan di sini. Sampai saat ini sudah ada enam pedagang berjualan,” ujar Rusdi, salah satu pedagang terapung di pinggir sungai komplek Taman Alun Kapuas kepada Rakayat Kalbar, Minggu (3/4).

Para pedagang menyulap speedboat mereka menjadi lapak untuk berjualan. Perahunya ditambat dipagar besi Taman Alun dipinggir sungai. Kendari kerap oleng ketika melayani pembeli, tak menyurutkan niat mereka mengais rejeki.

“Kita cari makan, mau bagaimana lagi,” ungkap pria berusia 57 tahun yang akrab disapa Pak Uban ini

Sama seperti rekan-rekannya yang lain, Pak Uban melayani pembeli dari di atas speed. Baik ketika membakar dan menggoreng sosis atau pun melayani permintaan minuman pembeli. Sebab, di perahunya tersebut, berbagai makanan dan minuman tersedia. Mulai dari, minuman sachet, minuman botol, mie rebus, sosis, dan banyak lagi lainnya.

“Dulu di atas, karena di larang kemarin, kami lari lah. Kalau buka sampai malam, dan tidak dilarang, bersyukurlah kita,” katanya.

Mengenakan baju warna abu-abu kehitaman, Pak Uban terlihat piawai menggoreng dan membakar sosis dagangannya pesanan pembeli. Walaupun gelombang kerap membuat speed miliknya menjadi oleng ke kiri atau ke kanan. Sadar dengan bahayanya, ia pun melarang anak kecil yang hendak naik ke speedboad miliknya lantaran khawatir akan terjatuh ke sungai.

“Speed saya beli Rp2 juta lebih. Karena sudah keluar modal besar, mau tidak mau ditunggu,” jelasnya.

Tidak seperti ketika berjualan di daratan, bapak empat anak yang tinggal di Kampong Beting ini mengaku penghasilannya saat ini sangat jauh berkurang. Jangankan meraup untung besar, buat balik modal saja ia sudah bersyukur. Walaupun begitu, ia akan tetap meneruskan pekerjaannya tersebut. “Selama masih mau makan, saya akan tetap berjualan,” ucapnya.

“Kalau hari lain kadang-kadang bawa pulang Rp5 ribu saja. Tapi kadang juga pagi sampai sore untung Rp300 ribu kalau dapat, palingan mengharapkan Minggu yang kadang-kadang Rp700 ribu,” timpalnya.

Saat ini Taman Alun Kapuas dibuka dari pukul 06.00 hingga 18.00. Ia pun berharap taman kebanggaan Kota Pontianak itu bisa buka penuh sampai malam seperti sebelumnya. Hanya saja, ia masih bingung apakah mereka tetap diperbolehkan berjualan dengan perahu. Apalagi sampai saat ini belum ada statemen dari Pemkot apakah boleh berjualan di pinggiran sungai kapuas. Hanya saja, Pak Uban mengaku kerapkali didatangi petugas yang melarangnya berualan di atas sungai tersebut. “Kadang-kadang dia negurkan, asalkan sampah saja yang dijaga. Simpan, terus pulangnya baru dibawa baru dibuang,” tuturnya.

Jika Pemkot Pontianak berencana menyediakan lapak di Taman Alun, ia ingin sekali memilikinya. Minimal satu lapak, itu pun kalau harga sewanya terjangkau. “Saya dengar mau buka kios, kalau bisa kita ambil dan tidak jual seperti ini lagi,” harapnya. (*)

Gusnadi, Pontianak