eQuator.co.id – Pontianak-RK. “Minat baca rakyat Indonesia sangat memprihatinkan, karena terendah di Asia Tenggara. Hal itu karena harga buku di Indonesia masih mahal serta masih sulit untuk diperolehnya. Buku hanya bisa diakses di daerah-daerah perkotaan saja. Apalagi buku-buku yang berkualitas juga sangat kurang,” ucap anggota Komisi X DPR RI, Ir H Zulfadhli, MM melakukan reses sekaligus sosialisasi terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Sistem Perbukuan di Kota Pontianak, Provinsi Kalbar, Jumat (1/4).
Sosialisasi RUU tentang Sistem Perbukuan tersebut dihadiri dari berbagai komunitas penulis di Kota Pontianak dan sekitaranya. Diantaranya, Komunitas SAPA, Komunitas Pena Merah (KMPM), PIJAR, DOLOK, Komsan, FORMAT, FIM, Forsas, P Enggang serta kalangan mahasiswa dan pelajar.
Wakil rakyat asal daerah pemilihan (Dapil) Provinsi Kalbar ini menuturkan, melalui hak inisiatif, DPR RI ingin menghadirkan buku yang murah, mudah didapat serta berkualitas kepada rakyat. Karena ini merupakan faktor yang menentukan guna mendorong peningkatan minat baca di Indonesia.
“Oleh karena dinilai mendesak, akhirnya DPR melalui hak inisiatif untuk mengusulkan kepada pemerintah RUU tentang Sistem Perbukuan,” ulasnya.
Sementara itu disinggung apa manfaat serta keuntungan dari Undang-Undang Sistem Perbukuan tersebut? Ir H Zulfadhli, MM yang karib disapa Bang Zul ini menjelaskan bahwa negara yang paling maju dalam sistem perbukuan adalah India. Di India harga buku murah dan mudah didapatkan, karena pemerintah India memberikan subsidi terhadap kertas buku. Sebagaimana yang dilakukan Pemerintah Indonesia dalam memberikan subsidi terhadap kertas koran sehingga harga jual koran menjadi terjangkau masyarakat.
“Kertas untuk buku juga harus disubsidi oleh pemerintah. Supaya biaya produksi penerbit buku bisa ditekan sehingga menekan harga buku serta menciptakan iklim yang kondusif untuk hadirnya kios-kios serta toko buku di daerah. Karena selama ini dagang buku dianggap tidak menguntungkan dari aspek bisnis. DPR ingin pemerintah memberikan peluang munculnya ekonomi kreatif dengan hadirnya kios-kios serta toko buku di daerah,” paparnya.
Sejauh ini, di mata Bang Zul, bargaining position penulis sangat lemah. Apalagi banyak penulis yang mengeluhkan ihwal royalti yang sekadarnya saja serta tidak sesuai dengan realitas di lapangan sehingga profesi penulis dianggap tidak menjanjikan dari segi kesejahteraan. “Kita ingin profesi penulis mempunyai martabat serta hasil karyanya harus dilindungi dengan memberikan royalti yang layak serta manajemen yang terbuka. Sehingga penulis bisa mendapatkan hak-haknya yang pantas dari karya-karya yang dilahirkannya,” harap Bang Zul.
Legislator Partai Golkar ini menargetkan, RUU tentang Sistem Perbukuan bisa disahkan pada pertengahan tahun ini sehingga bisa diimplementasikan.
“Sehingga masyarakat bisa dengan mudah serta murah untuk mendapatkan buku. Dan yang tidak kalah penting tentu diharapkan bisa meningkatkan minat baca masyarakat di Indonesia,” harapnya.
Sementara itu, salah seorang penulis Kalbar, Pay Jarot Sujarwo mengharapkan, pemerintah dapat memberikan penghargaan kepada para penulis terhadap hasil karya yang mereka lahirkan.
“Tetapi apapun yang dilakukan pemerintah, sebagai penulis tentu kita akan tetap dan terus menulis sampai kapanpun. Karena menulis merupakan panggilan jiwa,” ucapnya. (Soe)