eQuator.co.id – MALANG KOTA – ”Kemarin beredar kabar kalau saya batal hadir. Tapi mana berani presiden sama Muslimat NU, saya bisa dimarahi sama Bu Menteri,” canda Presiden RI Joko Widodo. Hal itu diungkapkan dalam puncak Hari Lahir (Harlah) Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) ke-70 di Stadion Gajayana, kemarin (26/3).
Dalam amanatnya, Presiden menyebut Muslimat NU memainkan peran penting bagi bangsa Indonesia. Presiden juga mengungkapkan bahwa bahwa narkoba adalah salah satu dari tiga masalah utama yang dihadapi Indonesia. ”Meningkatnya tiga masalah di Indonesia, yakni radikalsme, terorisme, dan utamanya narkoba, membuat ketahanan keluarga menjadi senjata nomor satu,” jelasnya.
Presiden Joko Widodo mengapresiasi langkah organisasi perempuan terbesar di Indonesia, Muslimat Nahdlatul Ulama (NU), membentuk Laskar Anti Narkoba. ”Negara betul-betul darurat narkoba, butuh komitmen semua stakeholder dalam memerangi narkoba,” ujar Jokowi di hadapan ribuan jamaah Muslimat NU.
Menurut Jokowi, setiap hari ada 30 hingga 50 orang penduduk Indonesia meninggal karena narkoba. Karena itu, mantan Wali Kota Solo itu menilai peran serta ibu-ibu Muslimat NU sangat penting mencegah berkembangnya peredaran narkoba. ”Pemberantasan narkoba harus dimulai dari lingkungan keluarga. Ibu adalah guru pertama dan utama dalam mendidik anak-anak penerus bangsa. Terutama mencegah tidak sampai terjebak narkoba. Saya salut dengan reaksi cepat Muslimat NU,” ujar dia.
Jokowi juga berpesan agar seluruh jamaah Muslimat NU terus memegang komitmen untuk berjuang demi umat bangsa dan negara. Terutama dalam memerangi narkoba. ”Kita harus bersatu untuk wujudkan itu (Indonesia bebas narkoba, Red). Dan saat ini sudah harus ada tindakan, bukan hanya lisan,” jelasnya.
Tindakan yang dimaksud oleh Jokowi adalah, Muslimat NU sebagai ibu rumah tangga di keluarga masing-masing harus menyiapkan filter berupa penanaman agama sejak dini.
Ketua PP Muslimat NU Khofifah Indar Parawansa mengakui deklarasi Laskar Anti Narkoba sesuai keputusan Kongres 1989 di Semarang. Sebab saat ini, teror utama masyarakat Indonesia saat ini adalah narkoba. Khofifah menggambarkan, jika teroris membunuh manusia, tetapi narkoba membunuh kehidupan manusia, keluarga, hingga sebuah bangsa. ”Sejak Kongres 1989, sudah ada putusan memberantas narkoba. Jika saat ini ada deklarasi, ini hanyalah tindak lanjut sekaligus realisasi putusan itu,” kata dia usai acara.
Dia berharap jamaah Muslimat NU berperan penting dalam mencegah narkoba. Termasuk memastikan keluarganya bebas dari barang haram tersebut. Komitmen ini sebagai bentuk dukungan terhadap Pemerintah Indonesia dalam memberantas narkoba. ”Adanya Laskar Anti Narkoba bukti konkret Muslimat NU menyatakan perang kepada narkoba,” kata dia.
Khofifah menambahkan tentang pentingnya ketahanan keluarga. ”Sangat penting, karena ketahanan nasional yang mantab hanya bisa diwujudkan jika ketahanan keluarga juga mantab,” ungkap perempuan yang juga menjabat sebagai Menteri Sosial RI itu.
Menurut Khofifah, fakta bahwa angka pengguna narkoba yang semakin meningkat, merupakan persoalan yang sangat memprihatinkan. Untuk diketahui, jumlah pengguna yang menjadi korban narkoba di Jawa Timur mencapai 750.000 orang. Sebagai organisasi perempuan, kata dia, Muslimat NU tidak boleh menutup mata terhadap kondisi ini, karena ketahanan keluarga juga akan menentukan kualitas generasi bangsa mendatang.
Untuk itu, Muslimat NU menginisiasi gerakan kembali ke keluarga, gerakan untuk lebih memberikan perhatian kepada keluarga, sebagai salah satu solusi. ”Kita tak bisa mengandalkan sekolah saja untuk mendidik dan mengawasi anak-anak kita dari bahaya narkoba,” kata Khofifah.
Seruan perang terhadap narkoba juga disampaikan mantan Ketua PBNU Hasyim Muzadi saat membuka acara dengan tausiah. Hasyim mengajak jamaah Muslimat NU untuk berkontribusi terhadap bangsa. Salah satunya memerangi maraknya peredaran narkoba di Indonesia.
Pengasuh Pesantren Mahasiswa Al-Hikam itu mengungkapkan data dari Badan Narkotika Nasional (BNN) bahwa terdapat 5,8 juta warga Indonesia terkena barang haram tersebut. ”Harga satu gram narkoba setara empat kali harga emas. Narkoba menawarkan kenikmatan, tapi ujung-ujungnya kematian,” ujarnya.
Menurut Hasyim, narkoba paling berbahaya di Indonesia dibanding terorisme dan korupsi. Karenanya, dia berpesan supaya sepulang dari Harlah Muslimat NU, jamaah mengecek keluarganya masing-masing, baik suami, anak, hingga saudaranya. ”Nanti kalau pulang langsung dicek keluarganya, anaknya, suaminya. Lingkungan keluarga sebagai proteksi awal dalam mencegah narkoba. Jangan sampai warga NU di Indonesia terjerumus dalam barang haram tersebut,” pesan anggota Wantimpres itu.
Turut hadir dalam rombongan Presiden Jokowi adalah Rais Aam Syuriah PBNU KH Ma’ruf Amin, Ketua MPR RI Zulkifli Hasan, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, dan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Anak Yohana Yembise, serta Menteri Sosial sekaligus Ketua Umum PP Muslimat NU Khofifah Indar Parawansa, Gubernur Jawa Timur Soekarwo, dan Wali Kota Malang Moch Anton.
Di sela-sela rangkaian acara, Menteri Agama Lukman Hakim, Rais Aam Syuriah PBNU KH Ma’ruf Amin, KH Hasyim Muzadi, Gubernur Jawa Timur Soekarwo, dan Wali Kota Malang Moch Anton, dan tokoh-tokoh Muslimat NU dari Jawa Timur, Riau, Sulawesi Selatan, dan beberapa daerah lain menandatangani deklarasi anti narkoba didampingi Duta Narkoba Nasional Ivanka Slank. (lil/abm)