Pontianak-RK. Akhirnya oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) atau PNS Pemkot Pontianak, Rinaldi Sijabat mengaku meludahi dan memukul Veronica, mahasiswi Widya Dharma, November 2015 lalu hingga lebih dari seminggu masuk rumah sakit.
Ada yang aneh, Rinaldi Sijabat hanya dijerat dengan pasal penganiayaan ringan. Hukumannya juga ringan. Padahal dengan dirawat inapnya Veronica di rumah sakit, itu sudah membuktikan pelaku melakukan penganiayaan berat.
Pengakuan ini diungkapkan Rinaldi Sijabat dalam sidang dengan agenda pemeriksaan dirinya selaku terdakwa di hadapan majelis hakim dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Pontianak, Kamis (25/2).
Sayangnya, sidang yang dijadwalkan sekitar pukul 14.00 itu, berlangsung singkat dengan JPU bernama Rudi. Wartawan yang menunggu, tidak mengetahui sidang sudah dimulai.
“Sidang sudah selesai,” ujar JPU Rudi ketika ditemui wartawan di Pengadilan Negeri Pontianak.
Rudi mengaku Rinaldi Sijabat mengakui semua perbuatannya di hadapan hakim. “Semua diakui oleh Rinaldi Sijabat, dia mengaku khilaf,” ungkap Rudi.
Ketika ditanya hakim maupun JPU, Rinaldi Sijabat mengungkapkan, meludahi dan menganiaya Veronica, karena kondisi capek pulang piket dari kantornya. Apalagi dia dimaki oleh Veronica, akhirnya geram dan melakukan penganiayaan. “Versi dari Rinaldi, dia melakukan itu, karena tak bisa menahan emosi kita dimaki oleh Veronica,” ungkap Rudi kepada sejumlah wartawan.
Rinaldi Sijabat dijerat pasal 352 ayat 1 KUHP, tentang penganiayaan ringan. “Hanya 351 ayat 1 KUHP, bukan ayat 2 nya,” papar Rudi.
Diterapkan pasal 351 ayat 1 itu, dikatakan Rudi, karena polisi menggunakan pasal tersebut. “Dan kita juga melihat pasal yang diterapkan ini, berdasarkan hasil keterangan dari visum yang dilakukan di Rumah Sakit Bhayangkara. Kalau rekap medis dari RS. Kharitas Bhakti tidak ada,” ungkapnya lagi.
“Selain itu, Rinaldi ini juga dijerat dengan pasal penghinaan yakni 310 KUHP dengan ancaman pidana penjara sembilan bulan,” sambungnya.
Sidang Rinaldi Sijabat dalam perkara penganiayaan terhadap mahasiswi Widya Dharma kembali digelar 3 Maret 2016 mendatang.
“Minggu depan kita tuntut Rinaldi Sijabat. Mengenai seberapa tinggi tuntutan yang kita berikan, sedang kita kaji. Tentunya dengan melihat fakta persidangan yang ada,” papar Rudi.
Ketua Forum Relawan Kemanusiaan Pontianak, Stepanus Paiman yang mendampingi Veronica menyatakan, ada yang aneh dalam persidangan kali ini. Khususnya pada penerapan ayat pada pasal 351 KUHP oleh jaksa kepada terdakawa.
“Saat proses pemeriksaan di Polsek Pontianak Selatan, terdakwa saat itu yang masih berstatus sebagai tersangka dijerat pasal 351 ayat 2 yang ancaman pidana penjaranya lima tahun. Bukan 351 ayat 1 yang hanya dua tahun saja ancaman maksimalnya, seperti yang dikatakan jaksa saat ini,” tegas Stephanus Paiman.
Kasus ini semakin aneh, seolah Veronica ini korban penganiayaan ringan. “Ingat, perbuatan terdakwa telah menyebabkan korban mengalami luka, harus dirawat inap lebih dari seminggu di RS. Karitas Bhakti, dampaknya dia tak bisa menjalankan aktiftasnyya atau pekerjaannya sehari-hari sebagai mahasiswi,” tegas Stephanus.
Stephanus Paiman yang kerap disapa Bang Steph ini, berharap hakim dapat melihat perkara tersebut secara adil, memutuskan vonis maksimal untuk Rinaldi Sijabat. Namun jika vonis yang diberikan oleh hakim ringan, pihaknya akan mengambil langkah-langkah untuk menempuh keadilan.
“Kalau ringan, terlagi di bawah tuntutan yang diberikan jaksa, maka kita akan laporkan JPU-nya ke Jaksa Pengawas di Kejati Kalbar, dan melaporkan hakimnya ke Komisi Yudusial Kalbar,” ancam Stephanus.
Laporan yang akan dibuatnya ke Jaksa Pengawas dan Komisi Yudisial ini, tentunya memiliki bukti yang kuat. “Jadi kita harap Jaksa dalam menuntut dengan tuntutan yang maksimal, kemudian hakim memvonis juga dengan hukuman yang maksimal. Terlagi dua hakim yang menyidang kasus ini adalah wanita, tentu tahu bagaimana betul rasanya diperlakukan seperti itu,” ujar Stephanus. (zrn)