eQuator – Pontianak-RK. Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kalbar menyerahkan berkas dan tersangka pengemplang pajak berinisial YLT ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalbar, Senin (18/1) siang.
Bos distributor elektronik komputer di Kota Pontianak ini terjerat kasus Tindak Pidana Bidang Perpajakan yang sudah masuk tahap II. YLT merupakan Wajib Pajak Orang Pribadi yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak (KKP) Pratama Pontianak tanggal 19 Maret 2004 dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) 08.312.405.7-701.000. YLT telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kana Pajak (PKP) dengan nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (NPPKP) 08.312.405.7-701.000 tanggal 27 Juni 2008.
Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Kalbar, Bambang S mengatakan, YLT ditetapkan sebagai tersangka, karena pada masa pajak Januari 2010 sampai dengan masa pajak Maret 2011, tersangka dengan sengaja tidak menyampaikan surat pemberitahuan (SPT) tahunan Pajak Penghasilan (PPh) Wajib Pajak Orang Pribadi. Kemudian SPT masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang menjadi kewajibannya sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.
“Akibat ulahnya, nilai kerugian pada pendapatan negara atas pelanggaran khusus wajib pajak mencapai Rp4,2 miliar,” tegas Bambang.
Kerugian dari pendapatan negara itu, sedianya terbagi dua antara, yakni PPh Rp282 juta dan PPN Rp3,9 miliar. Kerugian ini, hanya khusus untuk tahun 2010 saja. Tersangka ini, dikatakan Bambang, merupakan pengusaha yang melakukan aktifitas kegiatan usaha bergerak di bidang perdagangan peralatan elektronik berupa komputer berbagai merk, aksesoris komputer dan peralatan pendukung komputer lainnya di Kota Pontianak. Sayangnya, Kejati dan Kanwil DJP tidak dapat merinci nama perusahaan dan alamat tersangka.
Bambang mengatakan, berkas kasus dengan nomor 2850/Q.1.5/Ft.1/12/2015 ini sedianya sudah dinyatakan lengkap (P21) pada 28 Desember 2015 lalu. Maka dari itu, tersangka dan 19 barang bukti berupa berkas segera diserahkan ke pihaknya. Meski sempat tertunda akibat tidak kooperaktifnya tersangka memenuhi panggilan. Perlu bantuan Direktorat Krimsus Polda Kalbar selaku Korwas, Kanwil DJP Provinsi Kalbar selaku penyidik PPNS, akhirnya YLT berhasil diserahkan ke Kejati Kalbar.
Dalam kasus ini, YLT melanggar Undang-Undang No 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan, sebagaimana telah beberapa kali diubah, kemudian menjadi UU No 16 tahun 2009 pasal 39 ayat (1) huruf c. “Tersangka diancam pidana penjara paling singkat enam bulan dan paling lama enam tahun, denda paling sedikit dua kali lipat jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar, paling banyak empat kali lipat jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar,” tegas Bambang.
Setelah diserahkan ke Kejati, selanjutnya YLT diserahkan kembali ke Kejari Pontianak. Masih berpakaian rapi dan dikawal ketat, tersangka dinaikan ke mobil pribadi untuk segera diserahkan ke Kejari. “Kita serahkan tersangka kepada kejari Pontianak. Administrasi semuanya di sana,” papar Bambang.
Kepala Bidang P2 Humas Kanwil DJP Kalbar, Taufik Wijiyanto menegaskan, jumlah kerugian pendapatan negara itu hanya hasil penyidikan terhadap SPT tahun 2010 saja. Maka untuk tahun selanjutnya, pihaknya kembali melakukan penyelidikan.
Dikatakan Taufik, kasus YLT ini menjadi peringatan bagi wajib pajak lainnya. Jangan sampai tidak melakukan hal serupa yang mendatangkan kerugian pendapatan negara. “Ini berkat kerjasama kita dalam mencegah kerugian pendapatan negara. Meski ini kasus pertama di DJP Kalbar, kita berharap nantinya bukan menjadi kasus yang terakhir. Ini awal dari tahun penegakan hukum DJP,” tegas Taufik.
DJP akan memberikan pelayanan dan penyuluhan kepada wajib pajak. Konsekuensinya akan terus melakukan penegakan hukum dibidang perpajakan. “Ini bukti dari penegakan hukum itu. Tugas kita dalam kasus YLT ini sudah selesai, begitu tersangka dan barang bukti diserahkan ke Kejati,” ujarnya.
Ia berharap dengan penegakan hukum yang tegas diterapkan pada kasus YLT ini, dapat menghasilkan efek jera bagi wajib pajak lainnya. Jangan main-main dengan hukum perpajakan di Indonesia, khususnya di Kalbar. “Penegakan hukum ini sebuah konsekuensi yang harus kita lakukan, setelah sekian banyak imbauan atau upaya persuasif yang kita berikan, namun masih dilanggar wajib pajak atau tidak kooperatif,” tegas Taufik.
Taufik menyatakan, jika masih dalam tahap pemeriksaan bukti permulaan dugaan adanya kerugian pendapatan negara, tidak mesti harus dijadikan penyidikan. Karena dalam UU KPP dinyatakan, apabila wajib pajak atas kesadaran sendiri mau menyelesaikan pajak yang terutang dan disertai sangsi 150 persen, maka permasalahan itu dianggap selesai.
“Ini berbeda dan sedikit unik dengan pidana umum lainnya. Bahkan sudah dalam posisi penyidikan sepanjang belum P21, wajib pajak membayar kerugian disertai sangsi 400 persen, maka kasus bisa dihentikan. Juga atas pertimbangan Kementerian Keuangan,” ungkap Taufik.
Sejauh ini, dikatakan Taufik, pemeriksaan bukti permulaan atas dugaan kerugian pendapatan negara yang dilakukan Kanwil DJP Kalbar, mendominasi adalah faktur fiktif. “Paling banyak yang tengah kita proses, pengusaha bidang perdagangan,” papar Taufik.
Taufik mengimbau wajib pajak untuk menghitung dan menyetorkan pajak terutang, serta menyampaikan SPT dengan benar, lengkap dan jelas, sesuai peraturan perpajakan berlaku. “Apabila wajib pajak menemui kesulitan atau membutuhkan penjelasan lebih lanjut mengenai tata cara dan peraturan perpajakan, dapat menghubungi atau datang ke KKP, atau kantor pelayanan, penyuluhan dan konsultasi perpajakan terdekat. Seluruh pelayanan yang diberikan tidak dipungut biaya,” katanya.
Laporan: Ocsya Ade CP
Editor: Hamka Saptono