Istri Tercekik Suami Pelit dan Penuh Perhitungan

ilustrasi.

Karin wanita 37 tahun sebenarnya masih berkomitmen untuk terus berkarir dan memiliki penghasilan sendiri, meski sudah menikah dengan Donjuan pria 43 tahun. Namun karena kesibukan sebagai ibu rumah tangga dan mengurus anak-anak yang tidak bisa dinomorduakan, dia pun mengalah dan keluar dari pekerjaan. Sayangnya, sang suami ternyata lelaki pelit, bakhil, bahkan sangat perhitungan meskipun pada istri sendiri.

Haltersebut menjadi poin utama yang diangkat Karin, saat sesi persidangan gugatan cerai Donjuan. Ia memang sudah kadung mangkel (marah plus jengkel) dengan sikap pelit suaminya yang menurutnya “amit-amit jabang bayi.”

Sebagai istri dan ibu rumah tangga, Donjuan memang tidak memberinya kuasa untuk mengelola keuangan keluarga. Sebelumnya saat ia masih bekerja, kalau butuh membeli keperluan rumah tangga, selama uang dari bekerja masih ada, ia pakai uangnya sendiri.

“Tapi saya sudah nggak bekerja lagi sejak punya anak. Nggak nuntuti waktunya kalau harus bekerja sementara anak-anak nggak ada yang jaga. Orangtua juga tinggal jauh dari Surabaya,” ulas Karin, warga Semolowaru.

Karena sudah tidak pegang uang sendiri, maka setiap pagi sebelum Donjuan ke kantor, dia meminta jatah uang belanja harian. Namun, Donjuan seolah tak ikhlas memberikan uang belanja itu ke Karin. Dia terlebih dulu selalu bertanya mendetail mulai dari apa saja yang akan dibeli, hingga detil harga belanjaan.

Itu belum uang tak terduga kalau si kecil minta jajan pada pedagang jajanan yang kerap lewat di depan rumah. “Saya diperlakukan seperti anak buahnya. Padahal, saya ini istrinya yang mengurus keperluan rumah untuk anak-anak dan untuk dia,” tandas Karin.

Itu baru soal dapur, belum lagi soal yang lain. Menurut Karin, namanya perempuan tentu banyak kebutuhan ekstra. Seperti make up, baju dan kadang butuh printilan seperti arisan dan juga kumpul-kumpul dengan kawan-kawan lama.

Tapi karena minta uang untuk operasional rumah tangga sehari-hari saja selalu ditanya macam-macam bahkan disuruh membuat daftar perincian uang keluar-masuk, maka untuk minta yang keperluan pribadinya, Karin jadi takut.

“Dia pasti langsung ceramahi saya dari A sampai Z. Katanya yang nggak ada manfaatnya, cuman buang-buang duit. Akhirnya saya cuma disuruh diam di rumah mengurus rumah tangga dan anak-anak,” cetusnya.

Padahal, menurut Karin, sebagai pegawai di salah satu dealer mobil, gaji Donjuan cukup lumayan. Buktinya, Donjuan masih bisa membiayai kebutuhan pribadinya seperti rokok, sepatu dan tas branded, bahkan hobi tenisnya dengan bosnya.

“Kalau tak balik begitu, dia bilangnya itu harus dipenuhi untuk menjaga jaringan dengan rekan-rekan kerja di kantor. Lha aku, obah sitik aja nggak boleh. Saya tanya ke tetangga yang lain nggak gitu. Istri kelola uang suami, atau paling nggak dapat jatah bulanan belanja. Nggak kayak saya, ambil duit di dompet suami dibilang maling,” tukasnya.

Tak jarang, ia curhat kesulitan itu ke orang tuanya. Kemudian, dia diberi uang tambahan belanja untuk keperluan pribadinya tanpa sepengetahuan Donjuan. Sebab kalau Donjuan tahu, bisa-bisa uangnya bukan untuk kebutuhan Karin tapi lagi-lagi untuk mengepulkan dapur. (Radar Surabaya/JPG)