eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. Tingkat kemandirian pangan di Kalbar masih rendah. Dari 174 kecamatan, hanya 38,5 persen masuk dalam kategori tahan dan sangat tahan untuk memenuhi kebutuhan pangan.
Kekcamatan kategori sangat rentan pangan di Kalbar tidak ada. Sedangkan kategori rentan ada 47 kecamatan. (lihat grafis).
“Saat ini perlu adanya sinergi antarstakeholder terkait dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan di Kalbar,” kata Gubernur Kalbar Sutarmidji saat membuka Rakor Dewan Ketahanan Pangan Provinsi Kalbar 2018 di Balai Petitih Kantor Gubernur, Selasa pagi (4/12).
Mantan Wali Kota Pontianak dua periode yang karib disapa Midji ini mengatakan meningkatan produksi pangan petani agar menjadi perhatian khusus bagi dinas terkait. Inovasi pertanian menjadi suatu keharusan guna meningkatkan produksi pangan sebagaimana diharapkan. Persentase panen yang terbuang karena masih menggunakan cara tradisional harus ditekan terus. “Ini perlu ada inovasi pertanian untuk meningkatkan hasil produksi pangan,” lugasnya.
Dalam hal produksi pangan antara satu kawasan dengan lainnya di Kalbar mesti tidak sama perlakuannya. Mengingat struktur tanah satu kawasan berbeda dengan lainnya.
“Balai Penelitian Benih harus betul-betul bisa jalin kemitraan dengan perguruan tinggi. Tanpa itu mustahil,” tegasnya.
Saat ini kata dia, peningkatan produksi setiap tahun tidak signifikan. Per hektare padi 2,6 ton kenaikan 2,7 ton tidak signifikan. Masa tanam rata-rata pun dua kali bahkan ada yang satu kali. “Itu tidak efisien,” ucapnya.
Ditegaskan dia, data-data pertanian yang ada saat ini masih belum jelas. Harus dibenahi, sehingga data-data pertanian menjadi jelas. Ia mencontohkan data yang baru diterimanya, lahan tanam padi ada 214 ribu dan produksi 620 ribu gabah kering giling. Dari dua data ini, Kalbar sebenarnya masih minus atau kurang. “Ini yang seharusnya digenahkan, data mana yang benar,” imbuhnya. “Dengan adanya data yang jelas dan valid, nantinya bisa memudahkan kita mengetahui produksi pangan yang ada di Kalbar,” sambung Midji.
Sementara itu, Kepala Badan Ketanahan Pangan Kementerian Pertanian (Kementan) RI, Agung Hendriadi mengatakan, Rakor kemarin merupakan suatu instrumen yang sangat penting untuk merumuskan kebjakan-kebijakan mengenai pengembangan pangan dan gizi untuk tiap-tiap provinsi. Apalagi data yang ditampilkan sudah berbasis kecamatan. Sudah sangat jelas menunjukan dimana akan bekerja dan kekurangannya.
“Oleh karena itu, walaupun mungkin di dalam diskusi masih banyak yang memerlukan adanya perbaikan, tidak apa apa,” lugasnya.
Menurutnya, meski data antar-intansi kerap berbeda. Namun data yang dikeluarkan Badan Pusat Statisti (BPS) sudah sesuai arahan Presiden. “Data tersebut harus kita diikuti,” tukasnya.
Namanya data statistis kata Agung, bersifat subjektif. Boleh di review, karena itu sah-sah saja. “Kalau saya yakin kok dengan data-data faktual yang diberikan oleh kawan kawan (BPS),” ucapnya.
Data luas baku lahan yang mencapai 500.000. Sementara laporan BPS hanya 260.000. “Ini pasti ada sedikit kesalahan-kesalahan yang perlu kita perbaiki,” ujarnya.
Dikatakan dia, tidak mesti ketahanan pangan selalu dikaitkan dengan persoalan ketersedian gabah dan beras. Sebab bicara pangan ruang lingkupnya sangat luas, terutama jika dikaitkan dengan pangan lokal. “Yang namanya ketahan pangan adalah kemampuan kita menyediakan pangan untuk diri kita sendiri, tidak mesti beras,” terangnya.
Saat ini di Kementan ada yang namanya program pangan lokal dan program diservikasi pangan. Walau diakuinya mungkin lebih banyak fokus ke padi, jagung dan kedelai. Tapi Kementan juga punya program-program pengembangan pangan lokal seperti singkong dan sagu. Sagu dikembang di Riau, Papua dan Maluku. “Kita eksportir sagu lho, kita kan mencoba mengangkat kembali pangan lokal akhir ini,” jelasnya.
Saat ini pihaknya mendorong industri pangan nasional menggunakan bahan baku lokal. Program ini untuk mendorong keberhasilan pangan lokal Indonesia. Jika dulu banyak menggunakan terigu, sekarang beralih ke tepung sagu, tepung singkong, dan tepung jagung. “Beberapa industri pangan kita sudah branding sekarang,” tutup Agung.
Walau ada indikasi kenaikan inflasi, kondisi pangan di Kalbar tetap cukup. Biasa disebabkan masalah musim.
“Kalau yang lain berdasarkan data yang disampaikan BPS dan statistik pangan di Kalbar cukup,” ujar Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kalbar, Abdul Manaf.
Dijelaskan dia, stok daging ayam, sapi, dan telur juga cukup untuk memenuhi Natal dan tahun baru. Sedangkan untuk daging beku masih belum banyak diminati masyarakat Kalbar.
“Dalam jelang hari raya ada bazar. Untuk kompenen ke bawah pangan kita cukup. Insyaallah selama kondisi seperti ini sama maka aman,” pungkasnya.
Laporan: Rizka Nanda
Editor: Arman Hairiadi