eQuator – Pontianak-RK. Sebanyak 2.252 Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Kalbar bermasalah di luar negeri. Bukan hanya berkaitan dengan administrasi, tetapi juga permasalahan lainnya, sehingga harus dipulangkan.
“TKI bermasalah yang dipulangkan ke Kalbar tahun 2015 ini masih cukup tinggi. Jumlahnya mencapai 2.252 orang,” jelas As Syafii, Kasi Penyiapan Penempatan BP3TKI Pontianak, Kamis (31/12).
Pemerintah Malaysia saja memulangkan TKI ke Kalbar sebanyak 1.904 pekerja. Pemulangan dlakukan melalui KJRI Kuching sebanyak 113 pekerja. Kemudian KBRI Brunei Darussalam ada dua TKI. Pemulangan dari Perwakilan RI di Arab Saudi sebanyak 25 TKI dan pencegahan aparat ada 208 TKI.
Dikatakan As Syafii, berdasarkan data Crisis Center BP3TKI Pontianak, pengaduan sepanjang tahun 2015 sebanyak 98 kasus. Dialami TKI resmi sebanyak 29 kasus dan kasus 69 kasus TKI ilegal.
Kasus yang menimpa TKI resmi antara lain meninggal dunia, kecelakaan kerja, depresi, pemutusan hubungan kerja (PHK) dan sakit. Kemudian TKI tidak harmonis dengan pengguna (majikan) maupun gagal ditempatkan bukan karena kesalahan TKI. “Untuk TKI illegal, masalah yang dihadapi, mulai dari kelebihan izin tinggal, TKI tidak harmonis dengan pengguna, gaji tidak dibayar, putus hubungan komunikasi, hamil dan meninggal dunia,” jelas As Syafii.
“Proses penyelesaian kasus sekitar 95 persen dan lima persen masih dalam tahap penyelesaian,” sambungnya.
Berbagai macam kasus yang dialami TKIa di luar negeri dikarenakan berbagai factor. Diantaranya ulah oknum atau pihak yang tidak bertanggungjawab mengirim TKI ke luar negeri secara ilegal. Sebagian besar kasus yang diungkap bekerjasama dengan kepolisian adalah pengiriman TKI oleh orang perseorangan (ilegal). Padahal berdasarkan UU No 39 tahun 2004, bahwa yang berwenang melakukan penempatan TKI ke luar negeri hanya pemerintah dan PPTKIS.
Faktor permasalahan berikutnya adalah garis perbatasan darat Indonesia-Malaysia di Kalbar. Hanya sekitar 800-an Km ditambah lagi dengan puluhan jalan tikus. Maka menjadi potensi jalan yang digunakan para TKI untuk berangkat secara tidak resmi. “Ketika TKI dideportasi, diperoleh informasi ini bahwa mereka dulu masuk tanpa menggunakan paspor atau hanya dengan Pas Lintas Batas (PLB) melalui wilayah Sambas, Bengkayang, Sanggau dan Kapuas Hulu. Kemudian bekerja di Malaysia,” ungkap As Syafii.
Komitem Malaysia sebagai negara penempatan juga masih menjadi pertanyaan besar bagi BP3TKI. Lantaran terkait dengan kemudahan pemberian visa kerja terhadap WNI yang masuk di sana. Sehingga TKI bias masuk ke Malaysia hanya menggunakan paspor kunjungan atau visa sosial visit yang berlaku selama 30 hari. Namun oleh pengguna/majikan disana dibuatkan visa kerja. “Menurut kami, bahwa TKI tersebut bekerja tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. Hal ini akan membuat pekerja tercatat di sana sebagai TKI sementara. Sementara di Indonesia tidak tercatat sebagai TKI,” tegas As Syafii.
Ke depannya BP3TKI Pontianak, khususnya 2016 ini, meminimalisir jumlah TKI yang bermasalah di luar negeri, gencar dilakukan sosialisasi ke daerah kantong-kantong pekerja seperti di Sambas, Kota Singkawang, Mempawah, Kota Pontianak dan Kubu Raya, serta kabupaten di wilayah perbatasan langsung dengan Malaysia. Sosialisasi melibatkan Dinas Tenaga Kerja setempat.
“Pengetatan pintu-pintu perbatasan juga akan ditingkatkan, melibatkan instansi terkait, seperti Imigrasi dan kepolisian, TNI, dan lain-lain,” tegasnya.
Penegakan hukum terhadap pelaku penempatan TKI secara non prosedural juga akan ditingkatkan. Supaya bisa memberikan efek jera terhadap pelaku penempatan TKI ilegal.
“Saya imbau masyarakat Kalbar yang akan bekerja ke luar negeri, mengikuti prosedur. Setidaknya menghubungi atau berkonsutasi dengan BP3TKI Pontianak, P4TKI Sambas atau P4TKI Entikong dan Disnaker setempat,” kata As Syafii.
“Hal ini perlu dilakukan masyarakat, agar mendapatkan informasi yang benar tentang prosedur penempatan TKI. PPTKIS yang resmi dan boleh memberangkatkan TKI ke luar negeri. Jangan percaya bujuk rayu calo, itu bohong!!!” tegasnya.
Laporan: Achmad Mundzirin
Editor: Hamka Saptono