eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. Sepanjang tahun 2018, Pengadilan Agama Kelas IA Pontianak didominasi perkara perceraian. Baik perkara cerai gugat maupun cerai talak.
Ketua Pengadilan Agama Kelas IA Pontianak, Darmuji menjelaskan, cerai gugat cerai diajukan istri. Sedangkan cerai talak dilakukan suami. “Lebih banyak cerai gugat. Untuk wilayah Pontianak, ini meningkat sedikit, tapi tidak sampai satu persen,” katanya, Rabu (9/1).
Secara keseluruhan selama tahun 2018, Pengadilan Agama Kelas IA Pontianak menangani 1575 perkara. Terdiri dari perkara gugatan dan permohonan. Khusus perceraian sebanyak 1.170 perkara. Rinciannya, perkara cerai gugat sebanyak 922 dan cerai talak 248. (lihat grafis)
Menurut Darmuji, tingginya gugatan cerai, karena fenomena kesadaran hukum masyarakat. Alasan kesataraan gender, maka kaum laki-laki tidak bisa seenaknya sendiri kepada perempuan.
“Lalu dengan perkembangan teknologi informasi, para istri menyadari mereka punya hak. Jika ditelantarkan, maka mereka tidak tinggal diam atas suaminya,” tegasnya.
Untuk biaya mengurus perceraian ada namanya panjar biaya. Radius di Kota Pontianak ditetapkan sebesar Rp75 ribu. Namun nominal itu bisa lebih atau kurang. “Biasanya sekali dipanggil dia datang terus, sehingga tidak ada panggilan ke dua atau tiga,” ucapnya.
“Dipanggil sidang langsung datang, sehingga tidak ada biaya lagi. Tetapi jika tidak datang hingga panggilan berikutnya, maka setiap panggilan Rp75 ribu,” sambung Darmuji.
Terpisah, Wali Kota Pontianak Edi Rusdi Kamtono mengatakan, angka perceraian Aparatur Sipil Negara (ASN) di jajarannya bervariasi setiap tahunnya. “Tapi gejala peningkatan selalu ada,” sebut Edi.
Seingat dia, sepanjang tahun 2018 ada 36 ASN yang menggugat cerai. Sekitar 16 gugatan diajukan guru. Penyebab perceraian ASN bermacam-macam. Baik itu persoalan ekonomi, masalah karakter, ataupun pihak ketiga. “Bisa jadi (cerai diajukan oleh guru) karena ada tunjangan sertifikasi, karena faktor ekonomi,” jelasnya.
Perkembangan terknologi komunikasi dan informasi yang begitu cepat turut meningkatkan kesetaraan gender. Perempuan menuntut persamaan hak. Permasalahan ini menyebabkan tingkat perceraian menjadi tinggi. “Sebenarnya ini menyangkut masalah integritas pasangan itu sendiri. Mereka bisa bersabar, memaknai kehidupan berkeluarga, mungkin bisa bertahan,” demikian Edi.
Laporan: Maulidi Murni
Editor: Arman Hairiadi