Termotivasi karena Buramnya Potret Pendidikan

AKUBELAJAR Meningkatkan Pengetahuan Anak

MENDIDIK. Proses belajar mengajar yang dilakukan volunteer Akubelajar di berbagai daerah di Kalbar. AB FOR RAKYAT KALBAR

Pendidikan merupakan penopang kehidupan. Menjadi bekal bagi penerus bangsa agar mampu mencapai kesejahteraan sosial. Masih terlihat potret buram dunia pendidikan membuat Mia Pratiwi tergerak mendirikan AKUBELAJAR bersama rekan-rekannya. 

IGK Yudha Dharma, Pontianak

eQuator.co.id – Perempuan berstatus lajang kelahiran Kota Pontianak 1 Mei 1987 ini merupakan anak keempat dari lima bersaudara yang semuanya perempuan. Kini ia tinggal di rumah orangtuanya di Jalan Sawo, Jalur 1 Sungai Jawi Dalam, Pontianak Barat.

Mia Pratiwi putrid dari Suhendi dan Fatmawati. Ayahnya telah meninggal dunia tahun 2014 lalu yang merupakan pensiunan Dinas Pekerjaan Umum (PU). Sedangkan ibunya pensiunan guru yang mengajar Bahasa Indonesia di SMP 13.

Mia menjelaskan, AKUBELAJAR (AB) adalah sebuah organisasi nirlaba yang telah berdiri sejak 2013 silam. Fokus dibidang pemberdayaan pendidikan, pemberdayaan pemuda, serta pemberdayaan komunitas marginal.

AB merekrut volunteer (relawan pengajar) untuk ditempatkan di lokasi yang memang rentan isu sosialnya. Baik tingkat perekonomian masyarakatnya atau problematika sosial yang rumit lainnya.

Biasanya lokasi yang dipilih adalah pinggiran kota. Jika suatu hari nanti dananya kuat, mungkin saja AB mencoba masuk ke pelosok-pelosok daerah.

“Selama ini funding (pendana) yang kita punya belum maksimal untuk membiayai. Jadi buat daerah pedalaman kita masih sebatas mengadakan perpustakaan saja dulu,” kata Mia, Minggu (5/1).

Kegiatan belajar-mengajar selama enam bulan belakangan, lokasinya masih bisa dijangkau dari Kota Pontianak. AB datang ke sana membantu memberikan pendidikan serta pemberdayaan kepada masyarakat, khususnya anak-anak di sekitar lokasi yang dipilih.

Mia juga berbagi pengalaman, bahwa AB pertama kali melakukan kegiatan mengajar di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Batu Layang selama dua tahunan. “Sebenarnya kita udah mulai gerak sejak 2011, tapi baru dapat legal hukum pada 2013,” tuturnya.

Sedangkan kegiatan membangun perpustakaan dimulai sejak 2012 saat masih mengajar di TPA Batu Layang. Kemudian lokasi selanjutnya tahun 2013-2014 di Tambelan Sampit, Pontianak Timur. “Lokasinya di pinggiran sungai, dekat Beting,” jelas Mia.

Tahun 2015-2016 lokasinya di TPI, Sungai Rengas, juga berada di pinggiran sungai. Proses pengajaran di setiap lokasi itu selama enam bulan. Setelah itu akan ada evaluasi akhir program. “Kalau dirasa memang belum tercapai target yang diinginkan, kita akan melakukan pengulangan di lokasi yang sama,” ungkapnya.

Disetiap lokasi mengajar akan dibangun satu perpustakaan. Harapannya bisa bermanfaat buat anak-anak yang ada di sana. Untuk membangun perpustakaan tidak sesulit yang dipikirkan, tidak mesti menyiapkan fisik gedung.

“Kita selalu coba berkomunikasi dengan warga di lokasi dan bersinergi dengan komunitas lainnya. Jadi kita memang gak membangun fisik, tapi kita numpang di rumah warga yang Alhamdulillah mau menyumbang sebagian tempatnya untuk dijadikan perpustakaan, seperti di Sambas,” cerita Mia.

Hingga kini AB telah membangun tujuh perpustakaan. Akan menjadi yang kedelapan bila ditambahkan di TPI. Ada juga di Sintang tepatnya di Nanga Pari. AB bekerja sama dengan pejabat desa dan WWF yang memberikan satu ruangan untuk perpustakaan.

Kemudian di wilayah perbatasan Entikong, Sanggau, AB diizinkan menggunakan mushola, ada ruangan kecil yang bisa dijadikan perpustakaan. Sedangkan di daerah TPA Batu Layang ada dua perpustakaan, satu di SD Miftahul Shalihin dan di mushola Al Abror. Di Tambelan Sampit dan TPI perpustakaannya juga berada di mushola.

Buku-buku di perpustakaan hasil donasi. AB juga mendapatkan pinjaman 2.000 buku dari perpustakaan daerah.

Sedangkan untuk mendapatkan volunteer (relawan), AB membuka perekrutan dengan persyaratan usia muda 16-30 tahun. Terbuka untuk siapa saja, baik mahasiswa maupun pekerja.

Bagi siapa saja yang ingin mendaftar akan diwajibkan mengisi beberapa formulir berisikan pertanyaan seputar profil pribadi, motivasi dan sebagainya. Setelah itu dilakukan proses wawancara. Jumlah volunteer disetiap lokasi berbeda, tergantung kebutuhan pengajar. “Makanya kalau kita berpindah lokasi tuh, targetnya juga pasti berbeda. Karena setiap lokasi punya karakteristik masing-masing,” ujar Mia.

Menurut Mia, selama ini respon masyarakat di tempat mereka mengajar cukup baik. “Kalau yang namanya kita masuk ke suatu tempat untuk pertama kali, Alhamdulillah tak ada yang menghalang-halangi. Kita membuka frame masyarakat lewat pendidikan itu kan agak susah, karena mulai dari nol,” ungkap Mia.

Perempuan berjilbab ini mengatakan, pasti ada halangan di setiap kegiatan yang mereka lakukan. Namun masih bisa ditangani dengan baik. “Awalnya masyarakat merasa asing, tapi lama-kelamaan mereka bisa menerima. Bahkan ada yang meminta untuk tetap tinggal, karena mereka merasakan dampak langsung terhadap anak mereka,” jelas Mia.

Tidak mudah merubah pemikiran orangtua yang masih menganggap pendidikan anak bukan hal yang prioritas. “Sebagian besar orangtua masih berpola piker, kalau anaknya tidak sekolah pun masih bisa cari uang,” ceritanya.

Setelah mereka melihat perubahan sikap dan prestasi anak-anaknya di sekolah setelah mengikuti kegiatan ini, ada dampak positif yang akhirnya para orangtua ikut mendukung. Anak-anak yang ikut juga tidak semuanya putus sekolah, ada juga yang masih sekolah tapi sambil bekerja.

Pendidikan itu suatu hal yang penting untuk anak-anak. Kalau pintar, mereka menjadi kreatif menghasilkan sesuatu yang bernilai jual tinggi. Dengan demikian, taraf kehidupan mereka bisa meningkat.

“Itu yang memang kita coba. Ibaratnya kita ini kayak motivasi atau pemantik awal di lokasi yang seperti itu. Semoga kedepannya akan ada perubahan dari pemantik yang coba kita picu di awal,” harap Mia.

AB juga berusaha melibatkan pemuda. Meskipun sampai sekarang program pemberdayaan pemuda belum rampung. Semoga beberapa waktu ke depan anak mudanya juga bisa ikut dilibatkan. “Harapannya, setelah kami selesai menjalankan program di situ, mereka yang akan melanjutkan sehingga akan terus berkesinambungan dan tak putus,” ungkap Mia.

Mia mengaku heran, mengapa dia tertarik melakukan kegiatan ini. Menurutnya, jika sudah mencintai suatu pekerjaan dan dijiwai, maka akan menemukan kenyamanan serta kepuasan.

“Saya memang senang mengerjakan hal-hal yang berbau volunteer untuk kemanusiaan. Memang ada kepuasan tersendiri. Ketika kita berbuat baik dan disambut baik juga, serta memberikan efek yang luar biasa, itu sesuatu yang tak terbayarkan,” katanya.

Banyak sekali pengalaman yang didapatkan. Ilmu bertambah, teman dan hubungan baik juga bertambah. “Ternyata masih banyak orang baik di dunia ini yang mau membantu. Kami saja yang tidak memiliki dana memadai, ada saja yang membantu. Karena mungkin niatnya sama-sama baik kali ya,” ungkap Mia tersenyum.

Perempuan lulusan sarjana Bahasa Inggris ini juga mengabdi sebagai guru Bahasa Inggris di Excelent English Studio. Dia bahkan sedang membangun PAUD IT Alfatih di Gang Amanah, Jalan Tabrani Ahmad.

Problematika pendidikan khususnya di wilayah Kalbar masih besar dan banyak. Belum meratanya akses pendidikan, fasilitas sarana dan prasarana juga belum mendukung di beberapa tempat. Belum lagi kualitas guru yang belum baik, hingga sistem dasar pendidikan selalu berubah-ubah.

“Permasalahan pendidikan ini, beban pemerintah sebenarnya sangat berat. Jika pemerintah tidak bekerjasama dengan banyak pihak lainnya, maka akan menjadi tugas yang semakin berat dalam meningkatkan kualitas pendidikan,” tegas Mia.

Pendidikan yang coba dikuatkan dalam program AB ini menyangkut karakter dan moral anak. Ini tidak mereka dapatkan di akdemis sekolah seperti kembali mengenal budaya daerah di Indonesia, tarian dan lagu daerah maupun cerita rakyat. Setelah proses belajar mengajar selama enam bulan yang dilakukan oleh AB selesai, semua anak-anak yang mengikuti kegiatan akan mempertunjukan hasil pembelajarannya dalam sebuah pertunjukan drama musikal, acara ini biasa disebut charity day.

“Insya Allah buat tahun ini kita akan mengadakan acara tersebut tanggal 15 April 2017. Kita akan tampilkan hasil karya anak-anak dengan mengundang orangtua serta pejabat daerah. Ini akan menjadi sebuah publikasi yang menyentil secara halus, tapi menyentuh, kita coba menyuarakan aspirasi lewat cara yang positif,” ungkap Mia.

Dalam acara ini anak-anak akan tampil bersama volunteer yang mengajar. Akan ada donasi tiket masuk yang dihargai sekian, dan dipersilakan jika ada yang ingin memberikan lebih. Hasil dari penggalangan donasi tiket tersebutlah akan digunakan untuk mendanai program berikutnya.

“Itulah strategi yang coba kita terapkan. Alhamdulillah napas AKUBELAJAR jadi panjang. Dananya memang tak banyak, tapi cukuplah untuk beli alat tulis buat anak-anak,” ujar Mia.

Dia berharap pendidikan di Kalbar semakin meningkat kualitasnya. Semoga akses pendidikan semakin merata, sehingga tidak ada lagi anak putus sekolah. Kualitas guru juga semakin baik, serta sarana dan prasarana semakin memadai.

AKUBELAJAR juga mempersilakan bagi semua anak muda khusunya di wilayah Kalbar yang ingin bergabung. Mereka membuka perekrutan pada Oktober atau menjelang akhir tahun. Informasinya bisa diakses lewat media sosial seperti Instgram @akubelajar_id dan facebook Aku Belajar. (*)