Selamat Datang Hu, Bye Bye Sun

Oleh: Dahlan Iskan

eQuator.co.id – Hari ini seluruh jalan tol di Tiongkok digratiskan. Tujuh hari. Selama libur perayaan Hari Kemerdekaan 1 Oktober.

Dua minggu lagi (tanggal 18 Oktober) ada Kongres Ke-19 Partai Komunis. Satu perhelatan politik terpenting di Tiongkok. Semua perhatian tertuju ke kongres itu. Pertempuran politik tingkat tinggi ada di situ. Untuk menentukan siapa pengganti Presiden Tiongkok Xi Jinping. Yang masa jabatan pertamanya berakhir tahun ini.

Tapi, jangan ada anggapan penggantian itu akan terjadi di dalam kongres. Belum akan terjadi dalam waktu dekat. Masih lima tahun lagi. Dua minggu lagi Xi Jinping pasti terpilih untuk lima tahun berikutnya.

Begitulah tradisi di Tiongkok. Setiap presiden menjabat dua periode. Terutama pasca-”Bapak Bangsa” Mao Zedong dan ”Bapak Pembangunan Ekonomi dan Modernisasi Bangsa” Deng Xiaoping. Masa jabatan satu periode dianggap tidak cukup untuk membangun. Kehebohan tiap lima tahun dianggap terlalu mengguncang. Begitulah. Jiang Zemin, Hu Jintao, dan kini Xi Jinping menjabat presiden untuk dua periode.

Yang diputuskan dalam kongres itu adalah calon presiden lima tahun mendatang. Yang akan mulai menjabat tahun 2023.

Dengan cara itu, tidak akan ada krisis politik di level tertinggi. Pergolakan politiknya terjadi di level lebih bawah. Tidak ada keguncangan di pusat kekuasaan. Kalau toh terjadi kasak-kusuk, itu tidak terlihat di permukaan. Terjadi di bawah selimut. Apalagi, sistem politik Tiongkok amat ketat. Meski sistem ekonominya liberal, pengawasan politiknya totaliter. Tidak ada yang berani bicara terbuka. Semua dikontrol.

Yang beredar hanyalah spekulasi-spekulasi. Yang mungkin berdasar. Atau tidak sama sekali. Atau bahkan sengaja dibocorkan. Untuk tes situasi. Misalnya, spekulasi yang sudah saya dengar setahun yang lalu.

Saat saya berobat di Tiongkok. Waktu itu sudah beredar dua nama. Yang kemungkinan akan menjadi presiden ke-6. Dua-duanya anak petani. Juara kelas di sekolah masing-masing. Sudah menjadi ketua partai di tingkat kabupaten saat umur mereka belum 30 tahun. Karir politik mereka sama-sama moncer. Sudah menjadi ketua partai tingkat provinsi sebelum berumur 45 tahun. Posisi itu membuat mereka otomatis menjadi anggota politbiro tingkat pusat. Dua-duanya kelahiran tahun 1963. Berarti saat ini berumur 54 tahun. Sama dengan umur Jiang Zemin, Hu Jintao, atau Xi Jinping saat terpilih dulu.

Nama dua calon itu adalah: Hu Zhunhua dan Sun Zhengcai.

Hu Zhunhua lahir di pedesaan luar Kota Wuhan. Tidak jauh dari bendungan raksasa Lembah Tiga Ngarai. Sedang Sun Zhengcai lahir di pedesaan luar Kota Qingdao.

Tahun lalu dua-duanya sudah naik menjadi ketua partai (istilahnya sekretaris partai) di provinsi kunci. Setelah menjadi ketua partai di beberapa provinsi yang lebih kecil.

Saat ini Hu Zhunhua menjadi ketua partai di provinsi penting: Guangdong. Sun Zhengcai menjadi ketua partai di kota penting: Chongqing. Kota metropolitan yang berstatus provinsi di tengah-tengah Tiongkok.

Saat masih menjadi pimpinan di beberapa provinsi, Hu Zhunhua selalu sukses. Bahkan selama memimpin Tibet dianggap luar biasa. Mampu meredam gejolak Tibet. Ini persis prestasi yang pernah dicapai Hu Jintao dulu. Tak pelak Hu Zhunhua, ketika masih muda dan memimpin Tibet, mendapat julukan Hu Muda. Dengan Hu Jintao sebagai Hu Tua.

Julukan itu menambah kuat spekulasi bahwa Hu Zhunhua adalah kader unggulan Hu Jintao. Maka, siap-siaplah menerima nama Hu Zhunhua sebagai presiden Tiongkok lima tahun mendatang. Apalagi di Tiongkok ada tradisi politik ini: presiden yang sekarang harus dan wajib mendengar saran dari presiden sebelumnya. Khususnya tentang siapa yang layak jadi presiden berikutnya. Ini untuk mencegah upaya melanggengkan kekuasaan. Seorang presiden yang sudah diberi kekuasaan selama 10 tahun dianggap cukup. Jangan minta kuasa lagi melalui penggantinya. Jangan juga menyulitkan presiden berikutnya.

Dan lagi, presiden yang sudah pensiun lima tahun lalu dianggap bisa melihat keadaan dari luar. Dari jauh. Dari tempat yang berjarak. Dia dianggap lebih objektif. Selama lima tahun sejak pensiun, dia tidak punya jabatan apa pun. Di pemerintahan maupun di politik. Semua mantan presiden Tiongkok tidak lagi punya jabatan apa pun.

Demikian juga mantan perdana menteri. Mereka juga tidak pernah muncul di media. Tidak pernah mau ditemui wartawan. Tidak pernah mau tampil di depan umum. Jiang Zemin, Zhu Rongji, Hu Jintao, Li Peng, Wen Jiabao. Semua masih hidup. Tapi seperti sudah lama mati.

Untuk menentukan siapa presiden berikutnya, Xi Jinping wajib mendengar apa kata Hu Jintao. Demikian juga dulu. Saat Xi Jinping menjadi presiden, bukan Hu Jintao yang menentukan. Tapi Jiang Zemin. Mungkin saja Xi Jinping kurang sreg dengan nama Hu Zhunhua. Tapi, kalau itu pilihan Hu Jintao tetaplah harus diterima. Sebagai bentuk mikul dhuwur dan mendhem jero ala Tiongkok. Pada gilirannya, toh Xi Jinping juga akan sangat menentukan siapa pengganti Hu Zhunhua kelak.

Begitulah. Kota Beijing saat ini dipercantik habis-habisan. Keamanan ditingkatkan. Tentara terlihat di mana-mana. Pemeriksaan sangat ketat. Menghadapi 1 Oktober dan 18 Oktober. 1 Oktober adalah Hari Kemerdekaan Tiongkok. Dan 18 Oktober kongres partai. Dua-duanya harus sukses. Selamat datang Hu Zhunhua.

Lalu, bagaimana nasib Sun Zhengcai?

Jangan khawatir. Dia sudah dicarikan jalan keluar. Apa pun jalan keluar itu. Tiga bulan lalu Sun sudah dicopot dari jabatannya sebagai ketua partai Chongqing. Juga dicopot dari posisi di politbiro pusat. Bahkan mungkin saja dia akan menghadapi masalah hukum. (*)