Pengerjaan Jembatan Bansir Telat, Ancam Jalan Negara

Midji: Kalau Dinaungi Pemkot, Sudah Saya Ganti Kontraktornya

KENDARAAN RODA DUA. Para pengguna kendaraan roda dua melintasi jembatan sementara di samping jembatan Bansir, Kamis (12/10). Tampak alat berat bertengger tak jauh dari jembatan yang diperbaiki. MAULIDI MURNI

eQuator.co.id–Pontianak-RK. Lambannya pengerjaan perbaikan jembatan Bansir, Jalan Imam Bonjol, Pontianak Selatan tidak hanya menimbulkan kemacetan di Kota Pontianak, tetapi juga bisa merusak jalan negara.

“Itu berbahaya, karena Jalan Ahmad Yani adalah jalan negara. Jika itu jalan Kota Pontianak, maka akan kita batasi,” kata Wali Kota Pontianak H. Sutarmidji, SH, M.Hum ketika menghadiri rapat anggota cabang INSA (Indonesian National Ship-owner Association) ke Vll di Hotel Golden Tulip, Kamis (12/10).

Dia mengatakan, pembangunan jembatan Bansir dan dua jembatan lainnya di Jalan Imam Bonjol dan Adisucipto seharusnya dikerjakan bersamaan. Ada tiga jembatan di jalan tersebut yang mesti diperbaiki sekaligus.

“Itu kan ada tiga jembatan yang bermasalah sepanjang Jalan Imam Bonjol dan Adisicipto. Harusnya mereka mengerjakan langsung tiga-tiganya, sehingga tahun depan tidak terjadi lagi permasalahan semacam ini,” tegas Midji—sapaan akrabnya.

Dirinya meminta Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kota Pontianak agar mengawasinya dan berkoordinasi dengan PU Kalbar. Lambannya pengerjaan jembatan Bansir dengan alasan cuaca, orang nomor satu di Kota Pontianak itu tidak bisa menerimanya. Menurut dia, memasang tiang pancang, meskipun hujan badai, tidak ada masalah. Apalagi hujan gerimis. Kecuali pengecoran, itupun kalau hujan deras juga tidak apa-apa, karena ada terpal.

“Kecuali dia buat luas (jembatan) sampai satu hektar. Itu kan cuma berapa kali berapa saja, pakai payung pun bisa,” kesalnya.

Dia khawatir beberapa jembatan di Jalan Ahmad Yani akan ambruk. Belum bisa dipastikan apakah jembatan di Jalan Ahmad Yani itu akan mampu menahan beban kendaraam berat seperti kontainer. Parahnya lagi kendaraan besar itu kompoi beramai-ramai saat melintasi jalan negara tersebut.

“Kalau tidak kompoi tidak masalah, itu jadi masalah buat kita. Mudah-mudahan, perlu dipikirkan juga bagaimana kita mengaturnya dengan bagus,” ungkapnya.

Seandainya proyek tersebut di bawah kendali Kota Pontianak, Sutarmidji mengaku sudah mengganti pelaksananya (kontraktor). Mungkin mereka profesional. Makanya kalau ada hal-hal yang vital, pasti melihat siapa pemborongnya. Kalau seandainya tidak kredibel dan tidak ada modal menunggu termin, itu yang susah dan menimbulkan masalah.

“Kalau pemborong yang kredibel tidak menunggu termin. Makanya sisa anggaran di dalam APBD itu besar, dia satu kali saja nagih, tidak memakai termin. Kadang kan pemborong yang biasa akan menunggu termin. Termin ada baru kerja, kalau tidak ada dia tidak kerja. Mudah-mudahan ini tidak terjadi,” harap Sutarmidji.

Dia berharap perbaikan jembatan Bansir betul-betul diseriusi. Ditutupnya Jalan Imam Bonjol merupakan masalah besar. Berapa besar kerugian jika Jalan Ahmad Yani dan jembatan lainnya rusak. “Itu juga harus dipikirkan,” tegasnya.

Wali Kota Pontianak dua periode ini menganjurkan agar jembatan Bansir dikerjakan tiga ship, jika perlu 24 jam kerja.  “Apasih kerjanya tidak bisa 24 jam? Kalau saya pemborongnya, saya kerjakan 24 jam, saya buat bagus-bagus kualitasnya. Karena hal itu juga menunjukkan kredibilitas perusahaan,” katanya.

Tujuannya untuk mengawasi arus lalulintas jalan kota dan jembatan lainnya yang dilewati tronton atau kontainer dan kendaraan besar lainnya. “Dishub selalu mengawasinya dan dibantu Polantas. Makanya macet hanya terjadi di jam tertentu saja. Makanya kalau mau lewat Ahmad Yani landainya jam 06.30, tapi kalau jam 07.00 minta ampun, bisa satu jam sampai ke kantor,” keluh Sutarmidji.

Ketua INSA Kota Pontianak periode 2011-2017 H. Muhammad Rosidi Usman mengatakan, adanya pengerjaan jembatan Bansir pasti menimbulkan kendalanya bagi anggotanya. Seperti penumpukan kontainer. “Tetapi bagaimana pun caranya harus diredam sekecil mungkin,” katanya.

Dia mencontohkan, penumpukan kontainer, dulunya koefisien lapangan hanya 40 persen, sekarang 80 persen. Kondisi ini harus segera dibicarakan semua pihak.

“Tapi Alhamdulillah beberapa hari ini sudah lebih baik dari yang sudah-sudah. Kita diorganisasi senantiasa berkoordinasi dengan pejabat daerah,” ucap Rosidi.

Sementara anggota DPRD Kota Pontianak, Yandi mengatakan, perbaikan jembatan Bansir akan berdampak seperti kemacetan lalulintas. Pengalihan arus lalulintas pastinya merepotkan masyarakat. “Tentunya masyarakat akan dirugikan dalam hal ini,” tegas Yandi.

Dia mengaku telah meninjau langsung lokasi pengerjaan jembatan Bansir. Yandi mengatakan, Pemprov harus segera mengambil langkah, berkoordinasi dengan kontarktor dan memberinya deadline waktu. Setiap pekerjaan harus diukur waktunya berdasarkan efisiensi dan efektivitas. Sehingga akan terukur kapan selesainya dan kapan masyarakat bisa menikmati.

“Kalau kita lihat, ini seperti lamban dan tidak terkerjakan. Harusnya ini menjadi catatan dari pemerintah provinsi. Karena efek dan dampaknya ke masyarakat kita,” kata Yandi.

DPRD, kata Yandi, akan mendiskusikan lambannya perbaikan jembatan Bansir ini dengan Dinas Perhubungan instansi terkait jajaran Pemkot Pontianak. Membahas bagaimana mempolakan supaya arus lalulintas ini tidak mengganggu dan membahayakan masyarakat. Apalagi terjadi kepadatan kendaraan besar di ruas jalan Kota Pontianak dan jalan Negara. “Arus lalulintas menjadi tidak tertib. Itu yang akan kita sampaikan,” ungkap Yandi.

Dia mengatakan, secara teknis tidak mengetahui apa yang menjadi kesepakatan antara pelaksana kerja (kontraktor) dengan Pemprov. DPRD Kota Pontianak akan mengembalikan masalah ini kepada Pemprov agar bisa mengevaluasi kembali pelaksana kerja. Lambannya perbaikan jembatan ini tidak bisa dibiarkan begitu saja, akhirnya mengganggu masyarakat. Apalagi saat ini akan ada banyak event seperti Hari Jadi Kota Pontianak. “Makanya banyak hal yang harus diperbaiki dalam pelaksanaan kerja jembatan Bansir,” tegas Yandi.

Adanya penutupan jalan, sehingga mobil besar (kontainer) melewati jalan kota dan Ahmad Yani, Yandi berharap jangan seperti tampal sulam. Maksud dia, jangan nanti lokasi tersebut (jembatan Bansir) bagus setelah diperbaiki, namun di tempat lainnya menjadi rusak. Makanya komunikasi antarinstansi harus berjalan dengan baik. Dishub Kota Pontianak harus lebih memperhatikan arus lalulintas dan potensi kerusakan jalan.

“Tentu harus diatur sesegera mungkin, mempolakannya itu seperti apa. Saya kira Dinas Perhubungan paling paham cara mempolakannya arus lalulintas dengan baik. Kita serahkan bagaimana komunikasi Pemkot dengan provinsi supaya akses transportasi menjadi bagus,” terang Yandi.

Tidak komitmennya pelaksana kerja sesuai jadwal, sehingga sekitar 10 hari tidak ada pekerjaan, Yandi tidak ingin mengomentarinya. Hal itu dia kembalikan kepada Pemprov, karena ini ranah kerja mereka. Silakan menjadikannya (kontarktor) sebagai pertimbangan dan kajian serta evaluasi.

Begitu juga disepanjang Jalan Imam Bonjol dan Adisucipto terdapat tiga jembatan yang diperbaiki setiap tahun hanya satu jembatan. Hal itu juga dia kembalikan kepada Pemprov karena ranahnya. Dia tidak tahu apa yang ada di benak mereka (Pemprov). Karena ini terjadi untuk pertama kalinya, tentunya akan menjadi bahan evaluasi. Sehingga perbaikan jalan dan jembatan di tahun berikutnya tidak berdampak seperti sekarang ini.

“Kalau tidak dikerjakan, pasti menimbulkan dampak buruk. Sangat buruk. Kita (DPRD Kota Pontianak) datang, orang (pekerja) tidak ada mengerjakannya. Apa memang mereka libur atau ada hal-hal lain. Tapi saya tidak menyalahkan yang membangun ini. Artinya perlu komunikasi dan kita tidak tahu di dalam kesepahaman itu apakah ada hal-hal yang menimbulkan kendala, sehingga tidak dilaksanakan dengan cepat,” ungkap Yandi.

Laporan: Maulidi Murni
Editor: Hamka Saptono