MIS Hidayahtul Diniyah yang Mirip Kandang Ternak

Tidak Pernah Disentuh Pembangunan Sejak 1945, Kemenag: Itu Tanggung Jawab Yayasan

MEMPRIHATINKAN. Potret MIS Hidayahtul Diniyah di Dusun Dahlia, Desa Serunai, Kecamatan Salatiga, Sambas, Selasa (8/11). Sairi-RK

eQuator.co.id – Sambas-RK. Memprihatinkan. Hari gini masih saja ada sekolah dengan kondisi seperti Madrasah Ibtidaiyah Swasta (MIS) Hidayahtul Diniyah di Dusun Dahlia, Desa Serunai, Kecamatan Salatiga, Sambas.

“Ruang kelas hanya 5×5 meter dengan lantai tanah. Seperti kandang kambing,” tutur Kepala MIS tersebut, Samsudi, menunjukkan sekolah yang dia pimpin kepada Rakyat Kalbar, Selasa (8/11).

MIS Hidayahtul Diniyah berdiri sejak 1954. Terdaftar di Kementerian Agama Republik Indonesia dengan surat bernomor KD 14.01/PP.00.5/1049/2009. Bangunan dan tanahnya merupakan hibah dari masyarakat setempat sejak tahun 1980-an.

Samsudi sendiri menjabat kepala sekolah dari tahun 1989. Sejak itu, ia mengaku sekolahnya ini belum pernah disentuh pembangunan.

Hanya terdapat dua ruang belajar beralaskan tanah di MIS Hidayahtul Diniyah. Jangankan pintu, dinding saja tidak lengkap. Tidak usah tanya WC dimana, sebab untuk memperbaiki atapnya pun pengurus sekolah tak mempunyai dana. Tentu saja, saat hujan, air masuk melalui dinding dan atap sehingga aktivitas sekolah dihentikan dan murid-murid dipulangkan.

Jumlah pelajar di sana hanya 12 orang. Kelas 1 bejumlah lima siswa, kelas 4 dua siswa, kelas 5 tiga siswa, dan kelas 6 dua siswa. Sedangkan untuk kelas 2 dan 3, tidak ada yang berminat untuk menyekolahkan anaknya di sana.

Yang bikin lebih memprihatinkan adalah jumlah dan usia pengajarnya. Total guru di MIS Hidayahtul Diniyah hanya 3 orang. Selain Samsudi yang berumur 49 tahun, ada Nanin Ismayanti yang sudah uzur, tapi tetap punya semangat untuk mengajar di usianya yang menginjak 80 tahun. Kemudian, seorang guru lagi bernama Kabrani yang telah berusia 63 tahun.

“Kami setiap hari mengajar, meski kondisinya seperti demikian. Hal ini dilakukan demi masa depan anak didik kami,” tutur Samsudi.

Dulu, ia berkisah, sekolahnya ini pernah memiliki siswa sampai ratusan. Sekarang sudah sepi, karena banyak masyarakat tak mau menyekolahkan anaknya di sana.

“Mudah-mudahan kedepan sekolah mendapat bantuan hingga anak-anak ramai bersekolah lagi di sini,” harapnya.

Lantas kenapa Samsudi masih mau memimpin sekolah tersebut? “Saya juga merupakan salah satu siswanya dahulu,” ucap dia.

Setakat ini, sekolah itu bertahan dengan sumbangan dari warga yang prihatin. Bantuan buku ajar terakhir kali diberikan untuk sekolah pada 2013.

Pengurus Desa Serunai, Dedi meminta pihak yang mempunyai kewenangan, dan tentunya anggaran, bisa membatu memperbaiki MIS Hidayatul Diniyah. “Agar anak warga setempat bisa belajar dengan nyaman,” pintanya.

Menyikapi hal ini, anggota DPRD dari daerah pemilihan Sambas III, Ivandri SE meminta Kementerian Agama setempat proaktif. Sebab, menurut dia, sekolah itu merupakan kewenangan Kemenag.

“Namun kita juga mengetahui bahwa anggaran dari Kementerian Agama juga terbatas,” tuturnya.

Karena itu, anggota fraksi PPP DPRD Sambas ini menyarankan Kemenag Sambas untuk mendata sekolah atau yayasan yang dinilai perlu dibantu. “Dalam hal ini, Kemenag Sambas juga harus tegas. Apakah mampu atau tidak untuk membantu sekolah di Serunai tersebut. Kalau tidak sanggup, dapat minta bantu kepada Pemda melalui hibah kepada yayasan yang menaungi sekolah tersebut,” papar Ivandri.

Untuk mendapat dana hibah, lanjut dia, yayasan yang menaungi sekolah harus ikut aturan Menteri Dalam Negeri. Ivandri menerangkan, syaratnya harus terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM. Pun harus berdiri lebih dari satu tahun.

Di sisi lain, Kepala Kantor Kementerian Agama Kalbar, H. Syahrul Yadi belum mengetahui kondisi MIS Hidayatul Diniyah itu. Kata dia, sekolah swasta merupakan tanggung jawab dari masyarakat. Sebab, yayasan sekolah tersebut tentunya didirikan dan dikelola oleh warga setempat.

“Kalau negeri tanggung jawab pemerintah. Mengenai bantuan, tentunya hal ini mesti selektif. Anggaran yang diberikan ke sekolah negeri pun secara bergantian, karena keterbatasan anggaran,” ujar Syahrul.

Hanya saja, apabila sekolah swasta ingin meminta bantuan, dapat mengajukannya. Tapi, sekali lagi, saking banyaknya yang membutuhkan bantuan dan anggaran terbatas, tidak semua mendapatkannya.

“Silakan usulkan bantuan, nantinya akan disepakati lagi. Karena untuk memberikan bantuan dari anggaran negara tentu ada mekanismenya,” terangnya.

Ia berjanji mengecek tnformasi ini dan meminta Kemenag di Sambas untuk melihat langsung permasalahannya. “Intinya mengenai sekolah swasta ini, bisa dikatakan, ketika berani mendirikan sekolah tentunya siap membiayai,” tutup Syahrul.

 

Laporan: Sairi, Isfiansyah

Editor: Mohamad iQbaL