Mengenal Tanda Tangan Digital

ilustrasi : internet

eQuator.co.id – Pontianak-RK. Siapa tak kenal tanda tangan. Di era sekarang, tanda tangan adalah salah satu tanda idientifikasi seseorang di dalam sebuah dokumen. Berbagai transaksi maupun dokumen menjadikan tanda tangan sebagai salah satu bagian di dalamnya. Gunanya sebagai pengenal terhadap orang yang membuat atau bertanggung jawab terhadap dokumen tersebut.

Tanda tangan adalah sebuah tulisan tangan yang dipilih sebagai penanda diri. Karena tanda tangan ini adalah alat idientifikasi, semestinya ia dipakai terus alias tidak berubah-ubah. Umumnya, kebanyakan orang menggunakan nama atau panggilan sebagai dasar pembentuk tanda tangan. Namun ada pula yang memiliki tanda tangan yang tidak mencerminkan apa-apa selain hanya simbol yang melambangkan diri.

Keberadaan idientifikasi diri dalam dunia administrasi amat penting. Dalam tanda tangan, gaya penulisan tanda-tangan yang selalu berbeda dari tiap orang yang menjadi alat idientifikasi dalam dokumen. Bagi orang-orang yang buta huruf, keberadaan tanda tangan diganti oleh cap jempol. Melakukan perubahan tanda tangan akan melahirkan konsekuensi kita harus juga mengganti pengurusan administrasi terkait.

Namun di era serba digital seperti sekarang, dunia jadi berubah. Orang kini dapat terhubung dengan manusia lain dari belahan dunia manapun. Manusia bisa saling bertransaksi dengan hanya membuka perangkat gawainya dan terhubung dengan klien bisnis yang berada di jarak beribu-ribu kilometer jauhnya. Pun manusia bisa menjalankan pekerjaan tak mesti di kantor namun bisa dari mana saja.

Tapi kebutuhan akan administrasi tetap saja tidak berubah. Surat-menyurat kini berganti menjadi surat elektronik ataupun berbentuk surat digital. Surat jenis ini dalam hitungan detik, bisa melintasi jarak ratusan atau ribuan kilometer tiba di tangan penerima. Lebih murah dan praktis pula, karena tanpa kertas dan tinta, tak juga membutuhkan biaya jasa ekspedisi. Namun, surat-surat ini tetap saja membutuhkan legalisasi pembuatnya berupa pembubuhan tanda tangan.

Pertanyaannya, bagaimana membubuhkan tanda tangan pada surat yang tak memiliki wujud fisik tersebut?

Untuk itulah kini muncul yang dinamakan digital signature atau tanda tangan digital. Tanda tangan digital hadir untuk menjadi alat idientifikasi yang sama seperti tanda tangan namun digunakan untuk file-file digital. File-file digital ini, tidak hanya e-mail ataupun dokumen digital, namun juga gambar atau bahkan video.

Keberadaan tanda tangan digital ini memang masih belum begitu populer di masyarakat meski sebenarnya payung hukumnya sudah ada. “Jadi digital signature ini bukan tanda tangan yang di scan,” terang Hendri Subiakto, staf ahli Menkominfo bidang hukum pada jumat (11/11) kemarin di Aston Pontianak Hotel and Convention Centre, Pontianak.

“Tanda tangan digital ini adalah sebuah inkripsi yang cuma kita saja bisa memakainya,” jelasnya lagi.

Menurut Hendri, tanda tangan digital memiliki sistem yang akan melindunginya sehingga tidak akan bisa digunakan orang lain, serta melindungi dokumen yang dibubuhi tanda tangan digital dari penyalah gunaan. Apabila ada pihak yang tidak bertanggung jawab hendak melakukan perubahan pada dokumen yang telah dibubuhi tanda tangan digital, sistem akan secara otomatis membuat tanda tangan tersebut kehilangan fungsinya, sehingga dokumen tersebutpun kehilangan kekuatannya. Karenanya peran tanda tangan digital menjadi sangat vital untuk menjaga keamanan transaksi digital.

“Karena dunia cyber ini bukan dunia maya, tapi dunia yang ada orangnya, dan orang-orangnya ini bisa tersinggung, bisa marah, bisa menipu, bisa berbuat jahat juga, macam-macam. Karena itulah ada UU ITE,” terang Hendri.

Hendri Sasmita Yudha, SH, praktisi hukum dan pemerhati kebijakan telematika menyebut tanda tangan digital atau dalam UU disebut tanda tangan elektronik (TTE) sudah mendapat payung hukum dalam UU ITE, karenanya masyarakat tidak perlu ragu untuk mempergunakannya. Namun ia mengingatkan bahwa TTE yang memiliki kekuatan hukum ada syarat-syarat yang harus dipenuhi.

“Pembuatan TTE saat proses penandatanganan harus berada dalam kuasa penanda tangan, selain itu segala perubahan terhadap TTE setelah waktu penanda tanganan akan ketahuan,” jelasnya. Ia menjelaskan bahwa hal ini sudah diatur dalam pasal 11 ayat 1 UUITE dan pasal 53 ayat 2 UU PSTE (Penyelenggara Sertifikasi Elektronik).

Karenanya, menurut Hendri Sasmita, masyarakat pengguna TTE wajib terlibat pengamanan atas TTE yang digunakan, “karena jika jatuh ke tangan orang yang tidak bertanggung jawab, TTE ini bisa saja disalah gunakan,” terangnya. Selain itu ia mengingatkan pula, bahwa penyelenggara TTE atau aplikasi penyedia juga harus dipilih dengan cermat.

“Yang pasti sistemnya tidak bisa diakses oleh orang lain yang tidak berhak,” ujarnya. Menurut Hendri Sasmita, saat ini pemerintah sedang gencar-gencarnya untuk mensosialisasikan mengenai TTE seiring tingginya aktivitas dunia daring untuk berbagai keperluan, “ini untuk mendorong keamanan transaksi digital seperti yang diamanatkan UU,” pungkasnya.

 

Reporter: Iman Santosa

Editor: Kiram Akbar