Mau Lebarannya di Indonesia atau Malaysia, Lontong Tetap Tersedia

KHUSYUK. Ribuan jamaah menyimak khotbah yang disampaikan dai muda asal Madinah, Syaikh Ali Saleh Muhammad Ali Jaber atau karib disapa Syaikh Ali Jaber, di Masjid Mujahidin Pontianak, Senin (12/9). Fikri Akbar/RK

eQuator.co.idKuching-Pontianak-RK. Lebih dari 150 umat muslim Indonesia mendirikan Salat Idul adha 1437 Hijriah di gedung Konsulat Jenderal RI (KJRI) Kuching, Jalan Stutong 93350, Sarawak, Malaysia, Senin (12/9) pagi. Salat Ied inipun diikuti beberapa warga muslim Malaysia yang menikah dengan WNI yang bekerja di Sarawak.

“Selain pegawai dan staf di konsulat yang muslim, sebagian WNI muslim yang wilayah kerjanya berada dekat di sekitar konsulat tumpah ruah di sini,” tutur Windu Sutiyoso, Pelaksana Fungsi Konsuler 1 KJRI Kuching, kepada Rakyat Kalbar via telpon.

Imam dan khatib seorang TKI bernama Muhammad Abdul Aziz Al Hafiz. Pria asal Tanggerang itu pengasuh pesantren hafalan Alquran, Ma’had Tahfiz Qur’an, di Sawarak.

“Tausiyahnya tentang seputaran semangat kurban dan kepasrahan Nabi Ibrahim & Nabi Ismail. Kita diingatkan untuk meningkatkan keikhlasan dan ketakwaan kepada Allah SWT,” jelasnya.

Menurut Windu, tak ada perbedaan perayaan lebaran kurban ini di Malaysia maupun di tanah air. Selain menyembelih beberapa hewan kurban, makanan khas Indonesia juga disuguhkan dalam perayaan di kantor KJRI Kuching tersebut.

“Usai Salat Ied dilanjutkan ramah tamah bersama warga muslim Indonesia di Sarawak, sambil menunggu penyembelihan hewan kurban. Seperti di Indonesia juga, lontong, opor, dan soto ayam khas siap untuk disantap,” ungkap dia.

Di sisi lain, pada libur lebaran kurban ini, setidaknya ratusan TKI pulang ke kampung halaman. Terutama yang berasal dari Kalbar, mengingat jaraknya yang tak seberapa jauh dengan Sarawak.

Dalam hal ini, Windu mengimbau, ketika perjalanan pulang kembali dari Indonesia ke Kuching untuk lebih waspada. “Jangan serahkan pengurusan paspor ke orang lain atau calo ketika di perbatasan,” pintanya.

Sebab, lanjut dia, akhir-akhir ini banyak ditemukan stempel imigrasi tak asli alias ‘cop palsu’ di sejumlah paspor. Hal itu merupakan pelanggaran UU Keimigrasian yang dapat dijatuhi hukuman sangat berat.

“Ini menjadi perhatian bersama. Maka jangan serahkan pengurusan paspor ke orang lain,” tegas Windu.

Dan, biasanya, TKI-TKI yang pulang ke kampung halaman ini kembali ke tempat kerja dengan membawa teman. Untuk itu, Windu meminta, sebelum menandatangani kontrak kerja, baca dan pelajari dengan baik hak dan kewajiban. Jangan malu dan takut untuk menanyakan hal-hal yang kurang dipahami.

“Misalnya jika ada biaya atau potongan gaji harus jelas dan tertulis. Karena selama ini permasalahan TKI di Kuching, ya seputaran masalah gaji dan kontrak kerja,” pungkasnya.

Di Pontianak, Salat Ied hampir rata dilakukan di semua masjid. Di Masjid Raya Mujahidin, Jalan Ahmad Yani, selepas subuh 10 Dzulhijah 1437 H (Senin, 12/9), jamaah satu persatu berdatangan. Bermacam warna baju koko, gaya, usia, suku, status sosial, dan profesi, ditarik magnet kalimat takbir ke sana.

Mereka datang dari segala penjuru pintu yang terbuka dengan berjalan kaki. Mobil, motor, maupun sepeda, dilarang masuk. Halaman masjid, termasuk parkirannya dipakai untuk salat.

Sekitar pukul 06.30, masjid penuh oleh lautan manusia.

Bertindak selaku imam dan khatib, Syaikh Ali Saleh Muhammad Ali Jaber atau karib disapa Syaikh Ali Jaber. Dalam khutbahnya, ia menyampaikan wasiat Rasulullah SAW agar meningkatkan ketaqwaan kepada Allah serta pentingnya menjaga persatuan antar sesama.

Layaknya orang yang menunaikan ibadah haji, secara sadar berjuta-juta orang datang ke Mekah setiap tahunnya, dari segala penjuru dunia. Walaupun mereka berbeda bangsa, berbeda bahasa, berbeda warna kulit, mazhab, namun mereka bersatu di satu tempat dengan satu tujuan yang sama yakni untuk beribadah kepada Allah.

“Kekuatan Islam di Indonesia bukan karena jumlahnya yang terbesar di dunia, tapi karena persatuan,” ujar Ali Jaber.

Ribuan jemaah khusyuk menyimak khutbah yang disampaikan dai muda asal Madinah tersebut. Di luar pagar, sejumlah petugas dan panitia melakukan penjagaan, baik untuk keamanan maupun kelancaran lalu lintas. Peribadatan selesai sekitar pukul 08.00.

Tak berapa jauh dari Mujahidin, Salat Ied di Masjid Jihad Pontianak pun ramai. Mendekati pukul 07.00, areal masjid penuh, bahkan jamaah tumpah ke Jalan Johan Idrus.

Salat dipimpin oleh imam sekaligus khatib, Drs. H. Mat Jai Muhyidin. “Jadi ini adalah ibadah yang menguji keikhlasan dan ketaatan, sebagaimana Allah memerintahkan Ibrahim untuk mengorbankan anaknya Ismail,”  ujar dia, dalam khotbahnya.

Khatib juga mengingatkan jamaah untuk memahami bahwa berkurban bukan hanya tentang menyembelih hewan. Tujuannya juga menghilangkan sifat-sifat kebinatangan dalam diri manusia.

“Yang sampai kepada Allah bukan darah dan dagingnya, melainkan keikhlasan, dan perbaikan untuk menjadi manusia yang lebih peduli dengan sesama. Menghilangkan sifat buruk, seperti kikir, dengki, dan tamak,” tambahnya.

  1. Wan Anhar, SH, MH, Sekretaris pengurus Masjid Jihad, yang ditemui seusai salat mengakui ada perubahan dalam rencana salat. Awalnya, khatib adalah Sekda Kalbar, M. Zeet Hamdy Assovie.

“Tapi Pak M. Zeet berhalangan, beliau ada salat dimana gitu, di kantor gubernur mungkin. Jadi diserahkan ke imamnya Ustad Mat Jai sekalian. Jadi dia merangkap,” jelasnya.

Pemotongan kurban sendiri dilakukan di tanah lapang Jalan Irian, tak jauh dari masjid. Untuk tahun ini, jumlah hewan kurban yang dipotong 3 ekor sapi dan 13 ekor kambing. Beberapa diantara yang berkurban di Masjid Jihad adalah Irwasda Polda Kalbar, Kombes Pol Didik Haryono, dan Hotel Maestro Pontianak yang berada tidak jauh dari masjid.

“Alhamdulillah meningkat, karena tahun lalu hanya 5 kambing dan 1 sapi,” ungkap Anhar.

Panitia kemudian membagikan hewan kurban ke masyarakat sekitar yang terdiri dari 5 RT. “Kita ndak membagikan kupon, kita juga ndak nerima dari masyarakat luar, karena kita udah drop di sekitar masjid. Kalau lebih, baru kita antar ke pesantren atau panti asuhan,” pungkasnya.

Laporan: Ocsya Ade CP, Fikri Akbar, dan Iman Santosa

Editor: Mohamad iQbaL