Kerukunan yang Bikin Air Mata Haru Menetes

GOTONG ROYONG. Kerja bakti membersihkan Gereja Oikumene, Samarinda, Jumat (18/11). Samarinda Pos-JPG

eQuator.co.id – Seorang gadis Nasrani terharu ketika gereja tempatnya beribadah dibersihkan oleh saudaranya yang beragama Islam. Dia lantas berucap,” Perlu hujan untuk melihat pelangi.”

Rita Lavenia Syaiful, SAMARINDA

Lima hari pasca peledakan bom di depan Gereja Oikumene, Samarinda, tidak ada lagi ketegangan. Umat Nasrani dan Muslim pun bergandengan untuk membersihkan gereja dan masjid.

Aksi biadab itu memang menjadi catatan sejarah kelam Indonesia. Ada indikasi pelaku ingin memecah belah umat beragama. Tapi maksud buruk itu dilawan dengan aksi bersih-bersih gereja yang dilakukan masyarakat sekitar.

Garis polisi telah dilepas. Jumat (18/11), sejak pukul 07.30 Wita gabungan anggota TNI, Polri, aparat dari Kecamatan Loa Janan Ilir, dan sejumlah masyarakat berbondong-bondong mendatangi gereja tersebut.

Kala itu, Langit begitu gelap, udara pun seolah membeku. Tapi, kebekuan tersebut seolah terobati dengan canda tawa seluruh aparat dan masyarakat yang hadir untuk membersihkan serpihan-serpihan sisa ledakan di depan gereja.

Tidak ada perbedaan status yang terlihat. Semua turun tangan membersihkan, sambil sesekali saling melemparkan gurauan.

Yang lebih menarik adalah, masyarakat yang datang membantu didominasi warga muslim. Sesuatu yang menunjukkan bahwa tragedi tersebut tidak berhasil memecah kesatuan warga Samarinda.

Dengan menggunakan kopiah, para kaum muslim pria sibuk membersihkan rerumputan liar yang tumbuh di teras dan pekarangan gereja. Mereka membersihkan seluruh kotoran yang menempel di dinding dan tiang bangunan.

Beralih ke dalam ruangan gereja, ibu-ibu berhijab bersama para jemaat gereja tengah sibuk menyikat dan mengepel lantai tepat di depan altar atau tempat pendeta memimpin ibadah.

Beralih pandang keluar pagar dan jalan, nampak anggota TNI, polisi, dan masyarakat tengah sibuk membersihkan sampah dan mengecat ulang pagar gereja. Pemandangan ini sangat mencerminkan kerukunan dari masyarakat di sana.

“Kita semua bersaudara. Perbedaan mungkin bisa menjadi senjata ampuh bagi para teroris untuk memecah kesatuan kita. Tetapi, jika kita bisa menganggap semua orang dari kalangan manapun adalah saudara, Insya Allah tidak ada satu senjata pun yang bisa merobek persatuan kita,” kata Sugiono (48), salah satu umat muslim yang hadir membantu membersihkan gereja.

Begitupun Grace (26). Karena terharu, wanita Nasrani ini tanpa sadar menitikkan air mata. Dia mengaku sangat terharu melihat persatuan yang sangat kental dan nyata di depan matanya tersebut.

“Saya tidak pernah melihat kepedulian yang begitu dalam dari saudara-saudara yang berbeda agama. Tetapi, hari ini saya melihat kasih yang begitu tulus dari saudara-saudara meski berbeda keyakinan. Karena memang benar bahasa kasih. Jika kita ingin melihat pelangi, kita harus menerima hujan,” tuturnya.

Kapolsekta Samarinda Seberang, Kompol Bergas Hartoko mengatakan, tujuan dari bakti sosial tersebut adalah untuk membangkitkan rasa kebersamaan kembali antar seluruh kalangan masyarakat. Terutama untuk wilayah Kecamatan Loa Janan Ilir yang masyarakatnya memiliki partisipasi dan kesatuan yang baik.

“Kita harus bisa menunjukkan secara aksen keterlibatan semua elemen. Baik dari TNI, Polri dan masyarakat bersama-sama menunjukkan toleransi sebagai umat beragama. Dengan begitu, bisa menunjukkan bahwa masyarakat kita masih memiliki rasa persatuan yang tinggi. Tidak ada perbedaan golongan. Kita satu bangsa, yakini dan tunjukan tidak ada yang bisa memecah kita,” tegas Bergas.

Senada, Danramil 0901-03 Samarinda Seberang, Mayor Inf Supriadi. Ia mengatakan pihaknya akan terus melakukan pengawasan, sesuai kesepakatan hasil rapat antar seluruh tokoh masyarakat. “Semoga tidak terjadi lagi peristiwa seperti ini. Semoga lebih aman. Sebelum kejadian pun aman, tetapi karena ada oknum yang kurang baik, keamanan kita pun terusik. Dengan begitu menjadi pemacu bagi semua untuk lebih waspada,” terangnya.

Lurah Harapan Baru Andi Heriwati yang turut hadir membantu menuturkan bahwa kejadian pengeboman tersebut harus bisa menjadi pembelajaran bagi semua agar lebih mawas diri dalam bermasyarakat. “Dengan begitu bisa tercipta hubungan harmonis antar umat beragama tanpa ada perbedaan,” tandasnya.

Pukul 09.00 Wita setelah selesai membersihkan gedung gereja, masyarakat bergeser ke Masjid Mujahiddin juga untuk melakukan aksi bersih-bersih. Di tempat ini, gotong royong dipimpin Kepala Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Samarinda Masdar Amin.

Masjid ini sebenarnya tidak difungsikan lagi selama belasan tahun terakhir. Hal itu lantaran selama belasan tahun itu pula kelompok ekstrem Islam radikal yang mengelola masjid ini. Pasca kejadian pengeboman, masjid berganti nama menjadi Al Ishlah, artinya perdamaian.

Yang mengagetkan, karena saat masyarakat melakukan aksi bersih-bersih di dalam ruangan masjid, ditemukan 6 buah busur dan anak panah yang terbuat dari bambu. Alat perang tersebut tersimpan di bawah tumpukan barang bekas. Selanjutnya busur tersebut dibawa ke Mapolsekta Samarinda Seberang untuk diteruskan ke Polresta Samarinda sebagai bahan tambahan penyelidikan.

“Melihat kondisinya (busur, Red) sudah lama tidak digunakan. Dan kemungkinan mereka gunakan untuk berlatih ketangkasan,” terang Kapolsekta Samarinda Seberang, Kompol Bergas Hartoko.

Tepat pukul 10.00 Wita masyarakat membubarkan diri. Warga pun kembali berkumpul di masjid “baru” itu pada pukul 11.30 Wita untuk Salat Jumat untuk pertama kalinya yang langsung diimami kepala Kemenag Samarinda Masdar Amin.

“Masjid ini kita kembalikan kepada masyarakat. Supaya bisa difungsikan sebagaimaan mestinya. Harapan kita juga semoga tidak digunakan untuk beribadah saja, tetapi juga bisa digunakan untuk kegiatan keagamaan dan pendidikan. Kita semua bersyukur kondisinya tidak mencekam lagi, tetapi sudah damai dan rukun. Seperti yang terlihat pada hari ini, masyarakat sudah kembali bersemangat untuk beribadah di masjdi Al-Ishlah ini,” tutup Masdar. (*/Samarinda Pos/JPG)