Kemenhub Tetapkan Tarif Batas Atas dan Bawah Angkutan Online

Besaran dievaluasi enam bulan sekali

Ilustrasi

eQuator.co.idJAKARTA – Kementerian Perhubungan (Kemenhub) akhirnya mengeluarkan batasan tarif untuk angkutan sewa khusus/online. Tarif ditentukan berdasarkan wilayah operasional kendaraan.

Ada dua wilayah yang ditetapkan. Yakni Wilayah I yang terbagi atas Sumatera, Jawa dan Bali serta wilayah II yang terdiri dari daerah-daerah di luar tiga pulau tersebut. Mulai dari Kalimantan, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur hingga Papua.

Untuk wilayah I, tarif batas bawah ditetapkan sebesar Rp 3500 per kilometernya. Sementara, tarif batas atas ditentukan sebesar Rp 6000 perkilometernya. Sedangkan untuk wilayah II, tarif batas bawah hanya selisih Rp 200 per kilometernya dari wilayah I, yakni Rp 3700 per kilometer. Untuk tarif batas atas, ditetapkan sebesar Rp 6500 per kilometer, lebih besar Rp 500 dibanding wilayah I.

“Kita beri waktu tiga bulan untuk masa transisi ini. Jadi harus dipatuhi. Kalau tidak, kita cari cara untuk mensuspand,” ujar Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi ditemui di jakart, kemarin (1/7).

Budi pun berharap, dengan diberlakukannya aturan tarif ini maka tidak ada lagi konflik di lapangan. “Kalau ada maslah nanti kita diskusikan,” tuturnya.

Dia juga tidak menginginkan adanya penangkapan supir online di area publik seperti bandara. Sebab menurutnya tidak ada niatan buruk dari para supir untuk merebut sumber penghasilan yang lain.

Budi mengatakan bahwa pihaknya akan melakukan monitoring terhadap peraturan tersebut. Tentu dia mengharapkan adanya kerjasama dengan pemerintah daerah. Jika masih ada yang bandel tentu ada teguran. “Bisa hanya teguran atau pemutusan ijin,” ujar Budi.

Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub Pudji Hartanto menjelaskan, perbendaan ini didasarkan atas kemudahan masing-masing wilayah untuk memperoleh sperepart kendaraan mereka. “Kan mereka perlu untuk menjaga performa kendaraan. Kalau di wilayah II kan lebih susah dibanding wilayah I, jadi ya agak tinggi,” tuturnya ditemui di Jakarta, kemarin (1/7).

Lebih lanjut Pudji menjelaskan, bahwa usulan tarif ini diperoleh pihaknya dari masing-masing daerah. Pemerintah daerah mengajukan angka-angka yang kemudian dievaluasi oleh Kemenhub agar tidak terjadi ketimpangan besar. Padahal, bisa jadi daerah tersebut berdekatan dan memiliki kondisi sosial yang sama.

Dengan diaturnya soal tarif ini, Pudji berharap penumpang tak lagi mengalami jebakan peak hours yang kerap mencekik. Karena, sudah ada batas tertinggi yang ditetapkan. Selain itu, para pengemudi pun bisa memperoleh kejelasan soal tarif minimum kendaraan. Perusahaan aplikasi sudah tak bisa mengambil angka dibawah batas bawah yang telah ditentukan. “Jadi saat peak hours ya tidak bisa lebih dari batas tadi,” tegasnya.

Aturan ini, kata dia, berlaku mulai 1 Juli 2017 seperti amanat dari Peraturan Menteri perhubungan nomor 26 tahun 2017 tentang penyelenggaraan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum tidak dalam trayek. Hal ini pun sudah disosialisasikan pada pihak aplikasi yang membawai angkutan online seperti Go-Jek, Grab, dan uber.

“Ini wajib ditaati. Bila tidak, ya disanksi. Pertama teguran, kalau masih tetap bandel ya dicabut izin operasionalnya,” jelasnya.

Pudji mengaku, besaran tarif ini akan dievaluasi setiap enam bulan sekali. Tak menutup kemungkinan bila besaran berubah nantinya.

Ditemui dalam kesempatan yang sama, Senior Vice President Operasional Go-Jek Arno Tse mengaku patuh terhadap ketentuan yang ada. Pihaknya akan mengikuti kebijakan yang diambil pemerintah. ”Pada intinya kami selalu mengikuti apa yang jadi kebijakan pemerintah. Untuk selannjutnya kan ada juga yang masih dalam pembahasan,” ujarnya singkat.

Upaya ini dilakukan untuk memberikan kenyamanan bagi masyarakat. Dia berharap, penentuan tarif ini bisa memenuhi hal tersebut. (mia/lyn/jpg)