205 Berlangsung Simpatik, Tak Ada yang Bawa Sajam

BERSIH SEBAGIAN DARI IMAN. Para peserta aksi damai bela ulama di Pontianak punya tim bersih-bersih tersendiri. Wajar saja, meski ribuan orang long march dari Masjid Mujahidin ke Polda Kalbar, Sabtu (20/5) siang, tak ada sampah yang tersisa di sepanjang jalan yang mereka lewati. Kebersihan memang sebagian dari iman. IMAN SANTOSA

eQuator.co.id – Aktivitas di Jalan Ahmad Yani Pontianak nyaris tidak bisa digunakan pada Sabtu (20/5) siang. Massa Aksi Bela Ulama yang jumlahnya mencapai angka lebih dari lima ribuan memenuhi salah satu ruas jalan protokol tersebut.

Massa aksi sudah berkumpul di halaman Masjid Mujahidin Pontianak sejak jam 11 pagi. Sebuah mobil komando menjadi pusat kerumunan massa aksi. Selain membawa bendera hitam dan putih bertuliskan kalimat tauhid, peserta aksi juga mengibarkan bendera merah putih. Beberapa atribut berupa ikat kepala dari kain juga melekat. Ada yang berwarna kuning, hitam, putih, bahkan merah, dengan tulisan kalimat tauhid.

Sejumlah tokoh tampak menyampaikan orasi. Diantaranya tokoh agama dari perwakilan sejumlah ormas yang terlibat dalam aksi tersebut. Mereka pada intinya menyesalkan pidato Gubernur Cornelis yang dinilai provokatif. Mereka juga menyayangkan pemulangan para ulama yang datang ke Kalbar beberapa waktu lalu.

Pihak kepolisian sendiri juga berjaga sangat ketat. Sejumlah kendaraan berat diparkir di simpang jalan Daeng Abdul Hadi dan Ahmad Yani Pontianak. Sementara, para personil polisi dan TNI terkonsentrasi menjaga pagar pintu masuk Masjid Mujahidin.

Semakin siang, jumlah massa yang datang bertambah. Tidak hanya laki-laki, sejumlah perempuan juga turut serta. Menjelang waktu Dzuhur, orator di mobil komando mengarahkan peserta aksi untuk bersiap melaksanakan salat berjamaah.

Massa beserta kepolisian dan TNI yang berjaga menunaikan ibadah bersama. Besarnya jamaah sampai meluber ke teras masjid. Usai salat, salah seorang habib menyampaikan tausiah singkat kepada para peserta aksi.

Setelah itu, massa kembali terkonsentrasi di halaman Masjid Mujahidin. Cuaca yang terik tak menyurutkan semangat mereka. Sebelum melaksanakan pawai, koordinator lapangan (Korlap) aksi, Syarif Hasan Basri Al-Kadri, menyampaikan himbauannya agar peserta menjaga ketertiban dan tidak merusak apapun, termasuk tanaman. Ia juga mengingatkan peserta aksi untuk menjaga kebersihan.

Memang, dalam aksi kali ini, ada sejumlah relawan yang menjadi tim kebersihan. Sama seperti dalam aksi damai besar di Jakarta. Tim khusus ini menggunakan atribut berupa slayer berwarna biru muda bertuliskan “Tim Bersih-bersih Aksi Bela Ulama”. Tak hanya memungut sampah, ketika pawai, mereka juga membagi-bagikan kurma kepada para peserta.

Massa kemudian memulai pawai dengan tujuan Markas Polda Kalbar. Sebagian massa memilih berjalan kaki, ada pula yang menggunakan kendaraan. Sempat terjadi insiden salah paham antara pihak kepolisian dan massa aksi. Pihak kepolisian yang menjaga ketat pintu masuk area Mujahidin berusaha menyita bambu bendera yang berujung runcing. Pihak massa aksi, yang mengira aparat kepolisian hendak merebut bendera, melawan. Akibatnya, sempat terjadi dorong-dorongan serta pelemparan botol air minum oleh massa aksi kepada aparat. Aparat pun sempat menutup pagar Masjid Mujahidin untuk mencegah massa terus keluar. Namun, massa terus mendesak hingga akhirnya aparat membuka pagar untuk menghindari keributan lebih jauh.

Massa aksi dari memenuhi ruas Jalan Ahmad Yani. Berlangsung luar biasa tertib nan simpatik. Sepanjang perjalanan, lantunan shalawat dan dzikir menggema. Karena sebagian massa memilih jalan kaki, long march itu berjalan pelan.

Aktivitas lalulintas di jalan Ahmad Yani nyaris lumpuh. Kemacetan panjang terjadi sehingga pihak kepolisian mengarahkan pengendara untuk melewati jalur alternatif. Jalan Ahmad Yani dari bundaran Untan hingga Mujahidin ditutup total oleh kepolisian.

Massa aksi sempat terhenti ketika sejumlah orang menyeberang ke Taman Budaya. Hal ini dihentikan kepolisian. Korlap aksi benar-benar dipatuhi. Massa yang dimintanya untuk kembali kedalam barisan, langsung masuk barisan lagi.

Di persimpangan Bundaran Digulis Untan, telah menunggu sejumlah massa aksi dari Laskar Melayu Ketapang yang berjumlah sekitar seratus orang. Mereka sempat berorasi dan membentangkan spanduk menuntut permintaan maaf dari Gubernur Cornelis. Ketika massa aksi dari Mujahidin tiba, mereka menggabungkan diri untuk bersama-sama menuju Mapolda Kalbar.

Persiapan aksi kali ini cukup matang. Sebuah mobil bertuliskan konsumsi tampak membagi-bagikan minuman kepada peserta aksi. Begitupun beberapa peserta aksi membeli buah di salah satu toko buah  yang dilewati kemudian membagikannya kepada para peserta aksi. Selain itu, setidaknya ada dua mobil ambulans yang juga mengiringi peserta pawai siang itu.

Tiba di Mapolda Kalbar, kembali sempat terjadi ketegangan antara massa aksi dengan pihak kepolisian yang telah berjaga. Tak diketahui karena apa, sejumlah massa dan pihak kepolisian yang berbekal tameng terlibat saling dorong. Bahkan peserta aksi sempat melempari polisi dengan bambu dan botol minuman.

Namun, setelah sejumlah tokoh aksi seperti Habib Iskandar dan Habib Abdurrahman menenangkan para peserta aksi, dorong-dorongan terhenti. Bahkan sejumlah peserta saling bergandengan dan membentuk pagar manusia untuk mencegah massa yang tersulut emosinya merangsek ke arah aparat kepolisian yang bertugas.

Ada 15 orang perwakilan massa yang kemudian melakukan pertemuan dengan Kapolda Brigjen Erwin Triwanto di ruang Coffee Morning Mapolda Kalbar. Pertemuan tersebut berlangsung tertutup dari awak media. Sementara sisa peserta aksi meneruskan berorasi di halaman Mapolda Kalbar.

Korlap Aksi Bela Ulama, Syarif Hasan Basri Al-Kadri menjelaskan, bahwa yang menjadi tuntutan utama dari aksi ini adalah agar Gubernur Cornelis diproses hukum atas pidatonya yang provokatif dan memberikan dampak luas.

“Akibat pernyataan gubernur itu, akibatnya ustadz Sobri Lubis pada waktu itu (dipulangkan). Bahkan panitia pun tidak boleh untuk ketemu,” sesalnya.

Ia bahkan menyayangkan sikap Gubernur Cornelis yang bukannya mendinginkan suasana, justru menunjukkan kesan arogan. Salah satunya, dia mencontohkan pidato singkat gubernur saat deklarasi damai di Mapolda Kalbar beberapa hari sebelumnya.

“Padahal saat itu acara sudah ditutup, ambil mic, memperlihatkan arogansinya. Ini tempat orang loh, lembaga yang berbeda, itulah contoh arogansi,” tandas Hasan.

Aksi hari ini, sebut dia, merupakan akumulasi dari tidak terpenuhinya rasa keadilan masyarakat. “Contoh kasus Sintang. Hingga hari ini belum selesai dan sampai dimana kita ndak tahu. Adanya orang yang membawa senjata tajam di runway bandara. Belum lagi hal-hal yang lain,” ungkapnya.

Ia meminta Kapolda Erwin dapat menegakkan keadilan untuk seluruh masyarakat tanpa pandang bulu. “Kita berharap dengan adanya seperti ini, kebijakan yang akan diambil, baik itu publik maupun kebijakan keamanan, dapat memenuhi rasa keadilan seluruh masyarakat. Tidak lagi berpihak pada penguasa, tidak lagi berpihak pada kelompok-kelompok tertentu, yang tentu kita menyadari ada indikasinya seperti itu,” papar Hasan.

Syarif Hasan Basri bahkan menuding ada pihak-pihak yang mengambil keuntungan politik dari situasi ini. “Karena polanya sama ni. Tahun 2012 kita dibenturkan, ada gesekan fisik menjelang Pilkada. Seperti sekarang lah kondisinya. Nah ini muncul lagi ini menjelang 2018, ada apa?” tanyanya.

Itu sebabnya, ia meminta tidak ada yang memainkan agenda-agenda politik dengan mengorbankan orang banyak. “Ada emosi massa yang ingin digodok ini, ada emosi massa yang ingin disatukan karena suku, karena agama. Akhirnya kita terperangkap, akhirnya kita terjebak oleh pola yang dimainkan untuk kepentingan politik. Orang politisnya dua-tiga orang, tapi bisa mengorbankan orang-orang lain yang tidak berdosa,” imbuhnya.

Senada, Habib Abdurrahman bin Ali Al-Muttahar. Ia salah seorang perwakilan massa yang bertemu dengan Kapolda Kalbar. Habib Abdurrahman menyebut bahwa tuntutan massa aksi adalah Gubernur Cornelis diproses hukum dan tidak ada lagi penolakan terhadap ulama.

“Katanya Kapolda akan memproses secara hukum, dan kami akan mendatangkan ulama-ulama kami. Dan beliau (Kapolda) tanggapannya luar biasa. Saya bangga dengan Kapolda sekarang. Beliau minta kalau ingin mendatangkan tamu atau ulama, hendaknya dibangun koordinasi terlebih dahulu dan beliau sangat santun kepada kami,” jelasnya.

Kapolda Erwin sendiri menjelaskan bahwa aksi massa ini bentuk dukungan moril masyarakat kepada penyidik di Polda. “Agar penyidik melakukan penyidikan secara netral dan transparan. Sudah saya yakinkan pada ulama tadi yang datang, bahwa Insya Allah penyidikan akan dilakukan secara transparan, bisa diikuti oleh semua tim advokasi dari teman-teman pembela ulama tadi,” ungkapnya.

Ia juga menegaskan bahwa kondisi Pontianak saat ini kondusif. “Kegiatan smooth (lancar) bagus, tidak terjadi apapun, ada dua kegiatan tapi semuanya smooth,” tandas Erwin.

Sependapat, Kapolresta Pontianak, Kombes Iwan Imam Susilo. Ia menurunkan kekuatan penuh untuk mengawal dua kegiatan besar, Aksi Bela Ulama dan Pekan Gawai Dayak, yang berlangsung di Pontianak.

Dikatakannya, dua kegiatan berlangsung lancar. “Tidak ada yang membawa senjata tajam (Sajam). Kita lakukan razia terlebih dahulu. Kalau ada kita temukan, pasti kita amankan,” tuturnya.

Pukul 4 sore, massa aksi membubarkan diri dengan tertib. Massa kemudian kembali menuju Masjid Mujahidin dengan dikawal kepolisian. Tim khusus bersih-bersih benar-benar menjalankan tugasnya. Jalanan yang dilewati peserta aksi benar-benar bersih.

 

Laporan: Iman Santosa, Achmad Mundzirin

Editor: Mohamad iQbaL