182 Desa Rawan Karhutla

Empat Titik Panas di Kubu Raya dan Sambas

182 Desa Rawan Karhutla

eQuator.co.idPontianak-RK. Berdasarkan pantauan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Kalbar masih aman hotspot. Hingga pukul 15.30 WIB Minggu (15/7), titik panas yang terlihat hanya empat.

Kepala Lapan Kalbar, Muzirwan mengatakan, pada Sabtu (14/7) diakuinya  memang ditemukan 99 titik panas di Kalbar. “Akan tetapi masih dengan tingkat kepercayaan menengah ke bawah,” ujarnya kepada Rakyat Kalbar, Minggu sore (15/7).
Lapan pusat mengeluarkan 99 hotspot tersebut kata dia, bukan berarti Kalbar rawan kebakaran hutan dan lahan (Karhutla). 99 titik panas kemarin mempunyai tingkat kepercayaan yang berbeda-beda.

Mulai tingkat kepercayaan rendah, sedang dan tinggi. Tingkat kepercayaan terlihat dari warna titik panas. Titik panas berwarna kuning dan hijau, tingkat kepercayaan paling rendah. “Apabila berwarna merah, tingkat kepercayaan yang cukup tinggi,” jelasnya.
Akan tetapi, hotspot berwarna merah juga memiliki tingkatan. Mulai dari tingkat kepercayaan rendah dan sedang. “Hari ini saja di wilayah Kalbar, kita hanya menemukan empat titik panas, yakni di Kabupaten Sambas dan Kubu Raya,” ungkapnya.
Di Kabupaten Sambas pihaknya menemukan tiga titik panas. Yakni di Kecamatan Teluk Keramat dengan tingkat kepercayaan di bawah 35 persen. Kemudian di Kabupaten Kubu Raya di Kecamatan Sungai Kakap dengan tingkat kepercayaan di bawah 50 persen. “Jadi kalau dilihat dari hasil Lapan untuk wilayah Kalbar untuk hari ini belumlah mengkhawatirkan,” lugasnya.

Jika tingkat kepercayaanya sudah tinggi, biasanya Lapan akan berkoordinasi dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan Polresta Pontianak. “Biasanya saya akan mempersentasikan titik panas. Namun sampai saat ini, itu belum dilakukan,” sebutnya.

Dia menegaskan, akan berkordinasi dengan pihak terkait jika kondisinya memang dianggap mengkhawatirkan. BPBD Kalbar juga melakukan pemantauan titik panas dari wabsite Lapan dalam rangka mengantisipasi Karhutla. Titik panas berpotensi muncul lantaran Kalbar saat ini sudah masuk musim kemarau yang baru.

“Musim kemarau akan berdampak pada suatu tempat menjadi ke keringan, sehingga itu memicu naiknya titik panas,” ungkapnya.
Selain itu, titik panas juga dapat muncul akibat dari pembakaran hutan dan lahan. “Titik api juga muncul karena aktivitas warga membakar hutan atau lahan,” tutup Muzirwan.

Terpisah, Kepala BPBD Kalbar TTA Nyarong menuturkan, sebelumnya pada Februari, Presiden RI Joko Widodo menyatakan Kalbar adalah wilayah yang lebih dulu panas dibanding provinsi lain. “Pernyataan Presiden terbukti saat itu dengan terjadinya kebakaran lahan di daerah Kubu Raya sekitar SMA Negeri 4 Sungai Raya,” ujarnya, Minggu (15/7).

Nyarong menuturkan, saat ini BPBD Kalbar telah menetapkan status Siaga Darurat. Selain itu, penanganan bencana asap akibat Karhutla 2018 di Kalbar terhitung dari Januari sampai dengan akhir tahun.

“Gubernur Kalbar juga telah mengeluarkan SK Komandan Siaga Darurat SDBA akibat Karhutla di Kalbar. Sekaligus kita sudah memohon bantuan helikopter kepada pemerintah pusat,” jelasnya.

Dia mendorong seluruh dinas dan badan yang tupoksinya bersentuhan langsung dengan dunia usaha dan perorangan (memberi izin, mengawasi dan membina) seyogyanya bisa lebih intensif melakukan pembinaan. Agar para pelaku yang melakukan kepentingan inventasi di bidang kehutanan, perkebunan, pertanian, pertambangan, properti, dan lainnya tidak membuka lahan atau hutan dengan cara dibakar. “Harus bisa memberi peringatan dan berani memberi sanksi apabila para pelaku usaha tidak mentaati petaturan yang berlaku,” tegasnya.

Nyarong menuturkan, untuk melaksanakan tugas-tugas penanganan bencana asap akibat Karhutla, BPBD Kalbar telah membentuk beberapa satuan tugas (Satgas). Diantaranya Satgas Patroli dan Pemadaman Darat, Satgas Operasi Udara dan Waterbombing/TMC, Satgas Sosialisasi dan Mitigasi, Satgas Penegakan Hukum, Satgas Pemberdayaan Kelompok Masyarakat, serta Satgas Doa.

Terdapat 182 desa di Kalbar yang telah dipetakan berpotensi tinggi terjadi Karhutla. Indikator yang ditetapkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kemen LHK) RI, untuk menyatakan tingkat kepercayaan hotspot apabila data menunjukkan angka lebih besar dari 30 persen. Maka wilayah itu sudah pasti firespot atau sudah terbakar. Sebaliknya, kalau hotspot kurang dari 30 persen kemungkinan kecil dapat terbakar. “Aturan itu berlaku untuk di luar lahan gambut,” jelasnya.

Sedangkan di kawasan lahan gambut, walau tingkat kepercayaannya di bawah 30 persen, hotspotnya perlu diwaspadai. “Karena dapat saja menjadi firspot,” sebutnya.

Nyarong meminta para pelaku usaha untuk menunda pekerjaan membuka hutan pada musim kemarau. Apabila harus dilakukan, maka sebaiknya berkoordinasi terlebih dahulu dengan instansi teknis. “Saya akan mendorong aparat penegak hukum untuk lebih tegas dalam memainkan peran mereka,” demikian Nyarong.

Laporan: Andi Ridwansyah, Rizka Nanda

Editor: Arman Hairiadi